Saturday, March 16, 2013

Nasehat Jiwaku


Jiwaku berkata padaku dan menasehatiku agar
mencintai semua orang yang membenciku,

Dan berteman dengan mereka yang memfitnahku.
Jiwaku menasehatiku dan mengungkapkan kepadaku
bahwa cinta tidak hanya menghargai orang yang mencintai,
tetapi juga orang yang dicintai.

Sejak saat itu bagiku cinta ibarat jaring lelabah di antara dua bunga, dekat satu sama lain;
Tapi kini dia menjadi suatu lingkaran cahaya di sekeliling matahari yang tiada berawal pun tiada berakhir, Melingkari semua yang ada, dan bertambah secara kekal.

Memandang Cinta Dari Cermin Hati .....


Ketika hati mendapatkan kedamaian dengan yang dicintai,
Mana mungkin ia menghendaki lainnya?
Sekali bunga teratai dibelai kehangatan matahari,
Akankah ia menginginkan rembulan?
Ketika jiwa dahaga akan seteguk air jernih, tak ada gunanya gula.

Tempat Cinta adalah hati, dan hati adalah emas murni.
Keagungan ilahiah menggosoknya dengan menatapnya,
Menjadikan terang dan murni.
Jejak-jejak cahaya keindahan Cinta tiada terperi muncul dalam cermin keshalehan hati.
Cinta manusiawi hidup melalui Cinta ilahi ...

Mencintai Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam


Seseorang yang mengklaim bahwa dia mencintai seseorang akan lebih memilih yang dicintai dibanding semua orang, ia juga akan lebih memilih apa yang disukai oleh yang dicintainya, jika tidak demikian maka dia tidak akan bertindak sesuai yang dicintanya dan artinya cintanya juga tidak akan tulus. Tanda-tanda berikut ini akan menjadi jelas pada mereka yang benar-benar mencintai Nabi Muhammad SallAllahu alaihi wa Sallam,

Pertama: Tanda pertama cinta kepada Nabi Muhammad SallAllahu alaihi wa Sallam, adalah bahwa dia akan mengikuti contoh-contohnya, menerapkan cara Nabi saw dalam kata-kata, perbuatan, ketaatan kepada perintah-Nya, menghindari apa pun yang dilarang dan mengadopsi sikap Nabi saw pada saat diberi kemudahan, sukacita, kesulitan, dan penderitaan. Allah berfirman, “Katakanlah (Muhammad), ‘Jika kalian mencintai Allah, maka ikutilah aku (Muhammad) dan Allah akan mencintaimu.” [Al-Imran: 31]

Ketika Nabi Tersenyum


Saat menikahkan putri bungsunya, Sayyidah Fatimah Az Zahrah, dengan sahabat Ali bin Abi Thalib, Baginda Nabi Muhammad SAW tersenyum lebar. Itu merupakan peristiwa yang penuh kebahagiaan.

Hal serupa juga diperlihatkan Rasulullah SAW pada peristiwa Fathu Makkah, pembebasan Makkah, karena hari itu merupakan hari kemenangan besar bagi kaum muslimin.
“Hari itu adalah hari yang penuh dengan senyum panjang yang terukir dari bibir Rasulullah SAW serta bibir seluruh kaum muslimin” tulis Ibnu Hisyam dalam kita As Sirah Nabawiyyah.

Ciuman Pertama


Itulah tegukan pertama dari cawan yang telah diisi oleh para dewa dari air pancuran cinta.

Itulah batas antara kebimbangan yang menghiburkan dan menyedihkan hati dengan takdir yang mengisinya dengan kebahagiaan.

Itulah baris pembuka dari suatu puisi kehidupan , bab pertama dari suatu novel tentang manusia.