Dalam Al-Quran terdapat tiga surah yang diambil dari nama binatang kecil yakni semut (Al-Naml), laba-laba (Al-Ankabut) dan lebah (Al-Nahl). Setiap binatang ini ternyata menjadi tanda bagi manusia yang berpikir dan memaknai ayat-ayat yang tersirat dan tersurat yang diturunkan oleh Allah SWT.
Dengan bahasa yang sangat sederhana sebagai ciri khas dari Prof. Quraish Shihab, penjelasan tentang sifat dari ketiga binatang kecil ini terpaparkan dalam buku beliau yakni “kisah dan hikmah kehidupan”.
Kita awali dengan sifat seekor semut.
Semut menghimpun makanan sedikit demi sedikit tanpa henti-hentinya. Konon, binatang kecil ini dapat menghimpun makanan untuk bertahun-tahun sedangkan usianya tidak lebih dari satu tahun saja. Kelobaannya sedemikian besar sehingga ia berusaha dan sering kali berhasil memikul sesuatu yang lebih besar daripada badannya meskipun sesuatu tersebut tidak berguna baginya. Teringat akan kisah tentang seorang yang sangat tamak akan harta kekayaan yakni Sa’laba.
Dalam surah Al-Naml antar lain diuraikan sikap Fir’aun juga Nabi Sulaiman yang memiliki kekuasaan yang tidak dimiliki oleh seorang manusia pun sebelum dan sesudahnya. Ada juga seorang kisah seorang raja wanita yang berusaha menyogok Nabi Sulaiman demi mempertahankan kekuasaan yang dimilikinya.
Binatang kecil yang kedua adalah Laba-laba.
Sarang dari laba-laba ini adalah tempat yang paling rapuh, “Perumpamaan orang-orang yang mengambil pelindung selain Allah adalah seperti laba-laba yang membuat rumah. Dan sesungguhnya rumah paling lemah ialah rumah laba-laba, sekiranya mereka mengetahui (QS 29:41)”, ia bukan tempat yang aman,apa pun yang berlindung di sana atau disergapnya akan binasa. Jangankan serangga yang tidak sejenis, jantannya pun setelah selesai berhubungan seks disergapnya untuk dimusnahkan oleh sang betina. Telur-telurnya yang menetas saling berdesakan hingga dapat saling memusnahkan. Demikianlah kata sebagian ahli. Sebuah gambaran yang sangat mengerikan dari sejenis binatang.
Binatang ketiga adalah Lebah.
Sarang seekor lebah berbentuk persegi enam bukan segi lima atau empat agar tidak terjadi pemborosan dalam lokasi. Penelitian oleh Harun Yahya dan telah di-film kan juga pernah membahas tentang sarang lebah.
Makanan lebah adalah kembang-kembang dan tidak seperti semut yang menumpuk-numpuk makanannya, lebah mengolah makanannya dan hasil olahannya adalah lilin dan madu yang sangat bermanfaat bagi manusia. Lilin digunakan untuk penerang dan madu – Kata Al-Quran- dapat menjadi obat yang menyembuhkan. Lebah sangat disiplin, mengenal pembagian kerja, dan segala yang tidak berguna akan disingkirkan dari sarangnya. Lebah tidak mengganggu kecuali ada yang mengganggunya, bahkan sengatannya pun dapat menjadi obat.
Sikap hidup manusia seringkali diibaratkan dengan ketiga jenis binatang ini. Jelas ada manusia yang “berbudaya semut”, yakni menghimpun dan menumpuk harta (tanpa disesuaikan dengan kebutuhan) dan ilmu (tanpa mengolahnya). Budaya semut adalah “Budaya menumpuk” yang disuburkan oleh “Budaya Mumpung”. Tidak sedikit problem masyarakat bersumber dari budaya tersebut. Pemborosan adalah anak kandung dari budaya ini yang mengandung hadirnya benda-benda baru yang tidak dibutuhkan dan tersingkirnya benda-benda lama yang masih cukup indah dan bermanfaat untuk digunakan.
Tidak berbeda jauh dengan (budaya) laba-laba yang ada disekitar kita, mereka yang tidak lagi butuh berpikir apa, di mana, dan kapan ia makan, tetapi yang mereka pikirkan adalah “siapa yang akan mereka jadikan mangsa”. Apabila berguru pada laba-laba, kita akan mengandalkan kemampuan otak untuk mencukupi keperluan hidup. Cukup dengan memasang jaring, laba-laba akan mendapatkan hasil. Barangkali ini yang disebut kerja cerdas. Namun kerja cerdas tadi dapat menyeret pelaku untuk bermain siasat. Nah, tidak jarang korban siasat itu justru orang-orang yang setia membantu selama ini.
jika kita memilih lebah sebagai tipe ideal. Kita akan lebih berhati-hati dalam bekerja. Kita berusaha menempuh cara yang baik dan benar. Memang cara ini harus dilakukan dengan kerja keras. Ada banyak rintangan yang melintang. Godaan untuk menelikung pun sering muncul. Namun jika kita konsisten, hasil yang baik pasti diperoleh. Manfaatnya bisa dirasakan oleh diri sendiri dan orang lain.
Nabi Muhammad SAW mengibaratkan seorang Mukmin (semoga Allah menganugerahkan kami anak istri kami, kedua orang tua kami, keluarga kami serta saudara seiman kami sebagai orang mukmin yang bersifat seperti lebah, Amin) sebagai lebah, sesuatu yang tidak pernah merusak dan tidak pula menyakitkan: tidak makan kecuali yang baik, tidak menghasilkan kecuali yang bermanfaat dan jika menimpa sesuatu tidak merusak dan tidak pula memecahkannya.
Demikianlah gambaran dari ketiga sifat binatang kecil yang dijadikan nama surah dalam Al-Quran, Semoga Allah memperbaiki sifat-sifat kami, istri kami, anak-anak kami dan keluarga kami serta saudara kami seiman. Serta mengembalikan kami ke dalam jalur yang diridhoi oleh Allah SWT.
—
Di sadur dari buku “Kisah dan hikmah kehidupan” karangan Prof. DR. M. Quraish Shihab
Dengan bahasa yang sangat sederhana sebagai ciri khas dari Prof. Quraish Shihab, penjelasan tentang sifat dari ketiga binatang kecil ini terpaparkan dalam buku beliau yakni “kisah dan hikmah kehidupan”.
Kita awali dengan sifat seekor semut.
Semut menghimpun makanan sedikit demi sedikit tanpa henti-hentinya. Konon, binatang kecil ini dapat menghimpun makanan untuk bertahun-tahun sedangkan usianya tidak lebih dari satu tahun saja. Kelobaannya sedemikian besar sehingga ia berusaha dan sering kali berhasil memikul sesuatu yang lebih besar daripada badannya meskipun sesuatu tersebut tidak berguna baginya. Teringat akan kisah tentang seorang yang sangat tamak akan harta kekayaan yakni Sa’laba.
Dalam surah Al-Naml antar lain diuraikan sikap Fir’aun juga Nabi Sulaiman yang memiliki kekuasaan yang tidak dimiliki oleh seorang manusia pun sebelum dan sesudahnya. Ada juga seorang kisah seorang raja wanita yang berusaha menyogok Nabi Sulaiman demi mempertahankan kekuasaan yang dimilikinya.
Binatang kecil yang kedua adalah Laba-laba.
Sarang dari laba-laba ini adalah tempat yang paling rapuh, “Perumpamaan orang-orang yang mengambil pelindung selain Allah adalah seperti laba-laba yang membuat rumah. Dan sesungguhnya rumah paling lemah ialah rumah laba-laba, sekiranya mereka mengetahui (QS 29:41)”, ia bukan tempat yang aman,apa pun yang berlindung di sana atau disergapnya akan binasa. Jangankan serangga yang tidak sejenis, jantannya pun setelah selesai berhubungan seks disergapnya untuk dimusnahkan oleh sang betina. Telur-telurnya yang menetas saling berdesakan hingga dapat saling memusnahkan. Demikianlah kata sebagian ahli. Sebuah gambaran yang sangat mengerikan dari sejenis binatang.
Binatang ketiga adalah Lebah.
Sarang seekor lebah berbentuk persegi enam bukan segi lima atau empat agar tidak terjadi pemborosan dalam lokasi. Penelitian oleh Harun Yahya dan telah di-film kan juga pernah membahas tentang sarang lebah.
Makanan lebah adalah kembang-kembang dan tidak seperti semut yang menumpuk-numpuk makanannya, lebah mengolah makanannya dan hasil olahannya adalah lilin dan madu yang sangat bermanfaat bagi manusia. Lilin digunakan untuk penerang dan madu – Kata Al-Quran- dapat menjadi obat yang menyembuhkan. Lebah sangat disiplin, mengenal pembagian kerja, dan segala yang tidak berguna akan disingkirkan dari sarangnya. Lebah tidak mengganggu kecuali ada yang mengganggunya, bahkan sengatannya pun dapat menjadi obat.
Sikap hidup manusia seringkali diibaratkan dengan ketiga jenis binatang ini. Jelas ada manusia yang “berbudaya semut”, yakni menghimpun dan menumpuk harta (tanpa disesuaikan dengan kebutuhan) dan ilmu (tanpa mengolahnya). Budaya semut adalah “Budaya menumpuk” yang disuburkan oleh “Budaya Mumpung”. Tidak sedikit problem masyarakat bersumber dari budaya tersebut. Pemborosan adalah anak kandung dari budaya ini yang mengandung hadirnya benda-benda baru yang tidak dibutuhkan dan tersingkirnya benda-benda lama yang masih cukup indah dan bermanfaat untuk digunakan.
Tidak berbeda jauh dengan (budaya) laba-laba yang ada disekitar kita, mereka yang tidak lagi butuh berpikir apa, di mana, dan kapan ia makan, tetapi yang mereka pikirkan adalah “siapa yang akan mereka jadikan mangsa”. Apabila berguru pada laba-laba, kita akan mengandalkan kemampuan otak untuk mencukupi keperluan hidup. Cukup dengan memasang jaring, laba-laba akan mendapatkan hasil. Barangkali ini yang disebut kerja cerdas. Namun kerja cerdas tadi dapat menyeret pelaku untuk bermain siasat. Nah, tidak jarang korban siasat itu justru orang-orang yang setia membantu selama ini.
jika kita memilih lebah sebagai tipe ideal. Kita akan lebih berhati-hati dalam bekerja. Kita berusaha menempuh cara yang baik dan benar. Memang cara ini harus dilakukan dengan kerja keras. Ada banyak rintangan yang melintang. Godaan untuk menelikung pun sering muncul. Namun jika kita konsisten, hasil yang baik pasti diperoleh. Manfaatnya bisa dirasakan oleh diri sendiri dan orang lain.
Nabi Muhammad SAW mengibaratkan seorang Mukmin (semoga Allah menganugerahkan kami anak istri kami, kedua orang tua kami, keluarga kami serta saudara seiman kami sebagai orang mukmin yang bersifat seperti lebah, Amin) sebagai lebah, sesuatu yang tidak pernah merusak dan tidak pula menyakitkan: tidak makan kecuali yang baik, tidak menghasilkan kecuali yang bermanfaat dan jika menimpa sesuatu tidak merusak dan tidak pula memecahkannya.
Demikianlah gambaran dari ketiga sifat binatang kecil yang dijadikan nama surah dalam Al-Quran, Semoga Allah memperbaiki sifat-sifat kami, istri kami, anak-anak kami dan keluarga kami serta saudara kami seiman. Serta mengembalikan kami ke dalam jalur yang diridhoi oleh Allah SWT.
—
Di sadur dari buku “Kisah dan hikmah kehidupan” karangan Prof. DR. M. Quraish Shihab
Sumber: http://hilmanmuchsin.blogspot.com/2011/09/semut-laba-laba-dan-lebah.html
No comments:
Post a Comment