Diwan-diwan Hafiz (1)
Pipi bersimbah mawar, tudung molek bumi
Ah itu sudah cukup bagiku! Bayang cemara rindang
Yang menyusut dan mengembang
Di tengah padang. Sudah cukup itu bagiku!
Aku bukan pencinta kemunafikan
Dari semua yang dibanggakan bumi
Anggur secawan setinggi langit kupuji
Dan itu sudah cukup bagiku!
Bagi yang namanya merbak sebab bijak
Mahligai dan kebun di sorga ganjarannya
Bagi si pemabuk dan penadah rahmat Tuhan
Beri saja menara anggur tinggi menjulang
Lantas di atas babut rumput di tepi sungai
Aku pun duduk. Tak kupedulikan hidup berlalu
Dan hari-hari remeh diterbangkan udara
Lihat semua emas di pasar dunia
Lihat segenap air mata yang disemburkannya
Bagi hati yang rindu itu sudah cukup
Itu semua sudah cukup bagiku!
Aku telah banyak kehilangan
Namun banyak pula yang kudapatkan
Kumiliki cinta, kugenggam erat-erat
Apalagi yang bisa kudapatkan?
Kekayaanku hanyalah kebahagiaan
Dan rasa nikmat bersahabat dengannya
Dengan bibir yang merkah
Dan begitu berahi mengecup bibirku
Kumohon jangan bawa hatiku telanjang
Dari rumah hinanya menuju sorga
Walau langit dan bumi membuka gulungan
Rohku akan balik pulang ke rumahku
Dan di pintu kismet, Hafiz pun terbaring
Tiada keluh di bibir, bagai air bening jiwanya
Sedendang lagu terdengar, lantas sayup
Dan itu semua sudah cukup bagiku
Diwan-diwan Hafiz (2)
Musuh-musuhku telah menyekapku lama
Dan menghukum aku dengan kejinya
Tapi cintaku tak berpaling meninggalkan pintu
Sebab Tuhan mendengar dan cermat menghitung air mataku
Karena itu jangan berduka, jika derita datang
Dan tengah malam hatimu karam olehnya
Ambil saja al-Qur`an, lagu maha abadi
Dan baca, jangan berduka!
Diwan-diwan Hafiz (3)
Kemurungan dan kegembiraan telah datang
Bangga memamerkan rasa persaudaraan
Tak beda milih yang satu atau yang lain
Kelak kau akan disiksa juga olehnya
Siapa bisa menyingkap tabir rahasia ini?
Sorga saja membisu dan bersama Tuhan
Menutup tirai ini seerat-eratnya
Wahai pembual, jangan banyak membual!
Walau hamba-hamba Tuhan kehilangan jalan
Melalui derita akan diajarinya dia kearifan
Segala ampunan dan kasih sayang
Baginya kini kata-kata kosong belaka
Mari wahai cita-cita yang pendek
Dan rapuh sendinya! Mari tuang anggur!
Mari kita minum anggur Tuhan, wahai mari!
Tulang belulang usia, kau akan diterbangkan angin pula!
Mari, mari! Jangan pada dunia kau meneguh janji
Jangan kepada si tua bangka ini menaburkan cinta
Telah seribu kali dia menjanda. Mari!
Jangan pada dunia ini kau mencinta
Wahai elang yang melayang tinggi
Jangan pada tikar sembahyang kau terikat
Dan dalam zawiyah tempat berzikir kau terkurung!
Bukan di sini tempatmu, terbang! Terbanglah tinggi
Diwan-diwan Hafiz (4)
Tapi apa yang kauharapkan dariku
Aku ini orang mabuk, jangan harapkan dariku
Aku telah meneguk anggur dari cawannya
Sejak hari Alastu, sejak aku mengambil wuduk
Di telaga asyik masyuk
Lalu kutakbirkan empat kali
Kolong langit atas segala yang ada ini
Karena itu jika kau inginkan
Rahasia ketentuan yang menyebabkan aku linglung dan mabuk
Hidangi aku gelas putih cawan anggur cerlang
Hingga gunung menjadi lebih ringan dari nyamuk
Wahai Saqi, pemuja anggur
Biarlah mulutmu berbusa penebus nyawamu
Di taman penglihatanku kebunku tak menumbuhkan alam
Yang lebih indah dari duri di tengah bunga
Tidaklah tenteram hidup di bawah kolong langit ini
Tanpa Tuhan, tanpa anggur-Nya
Bagai sekuntum kembang layu terkulai
Disapu angin derita
Tuhan, Hafiz rindu kepada-Mu
Lebih dari nabi Sulaiman
Hafiz rindu pada-Mu walau tangannya
Tak mendapat apa-apa kecuali angin
Hafiz rindu kepada-Mu
Diwan-diwan Hafiz (5)
Tidur dalam matamu, bagai kembang badam
Bersinar-sinar – Jatuh pun tak sia-sia!
Dan tidak sia-sia kilatan lembut
Rambutmu yang basah – Tidak sia-sia!
Sebelum madu susu di bibirmu kering
Ya kukatakan, “Bibir tempat garam pelipur lara
Berada, yang manisnya bercampur kata ejekan”
Ya, dan itu semua tidak sia-sia
Mulutmu adalah sumber air hayat mengalir
Di bawahnya sumur yang dalam berceruk-ceruk
Dan ajal yang tak begitu jauh dari hidup
Pencintamu tahu dan tahu tidaklah sia-sia
Tuhan mengirim hari-hari penuh berkah kepadamu
Lihat, bukan demi dirinya semata hamba-Mu berdoa
Pemanah meletakkan anak panah Cinta di busur lengkung
Ya, aku pun tahu tak ada panah yang sia-sia
Apa kau ini terganggu oleh kesedihan dan duka
Disebabkan beban berat kaupikul di pundak?
Tangis dan airmatamu o Hati yang berduka
Tidak sia-sia, sungguh semua itu tidak sia-sia!
Semalam angin bertiup dari rumahnya
Dan bertamasya menyusur jalanan di taman
O Mawar, kain baju di dadamu telah koyak
Tercabik dua — namun itu tak sia-sia
Dan Hafiz! Walau hati dalam dirimu mati
Keperihan cinta selalu kausembuhan
Dari pandangan mata liar. Tak sia-sia airmatamu
Tak sia-sia kerling matamu, tak sia-sia!
(Terjemahan Prof. Dr. Abdul Hadi W. M.)
Seperti puisi-puisinya, kehidupan Syamsuddin Muhammad al-Hafizh diselubungi oleh misteri. Sebagian riwayat mengatakan ia lahir sekitar tahun 1320-1389 Masehi di Syiraz, Iran Tengah. Ayahnya meninggal pada usia muda, dan Hafizh harus melakukan pekerjaan serabutan untuk membantu mencari nafkah bagi keluarganya. Hafizh menikah pada usia 20-an, meski ia sebenarnya lebih mencintai gadis lain yang disebutnya dengan panggilan Shakh-i Nabat, yang artinya ''permen gula''. Kelak gadis ini menjadi simbol keindahan Ilahi dalam puisi-puisinya. Dalam khazanah kesusastraan Persia, Hafizh dijuluki sebagai ''penyair mistis yang agung''.
Aku telah banyak belajar, dan Tuhan memberi tahuku,
kini ku tak lagi bisa menyebut diriku
sebagai orang Kristen, Hindu, Muslim, Budha, Yahudi. Aku tenggelam dalam
Kebenaran, sampai ku tak bisa lagi menyebut diriku lelaki, perempuan, malaikat, atau ruh.
Ketahuilah,
cinta telah menyatu dalam diri Hafizh ini, membebasakanku dari segala pemahaman dan pikiran yang pernah dikenal oleh manusia - puisi "Aku banyak belajar", dalam Diwan-i Hafizh.
HAFIZH CENDERUNG CINTA MISTIK
Hafizh sejak muda sudah hafal al-Qur'an dan beberapa karya sastra klasik Persia. Ia mampu menghafal karya-karya sastra hanya melalui penuturan ayahnya, yang rajin membacakan karya sastra kepada Hafizh. Tetapi Hafizh lebih cenderung pada cinta mistis. Pada usia yang masih muda ia rajin berziarah dan menginap di makam guru sufi Persia, Baba Kuhi. Ia biasa berpuasa 40 hari selama berada di pemakaman. Ia juga berguru kepada syekh Mahmud Aththar. Belakangan ia tenggelam dalam perenungan akan keindahan Ilahi dan menjadi penyair sufi luar biasa.
Selama perjalanannya menjadi penyair, ia mengalami pasang-surut dalam hubungannya dengan penguasa. Pada masa kekuasaan Abu Ishak, ia menjadi penyair yang disukai kalangan istana. Namun sesudah Mubariz Muzaffar merebut Syiraz, nasib Hafizh berubah, dan ia diusir dari istana. Nasibnya berubah lagi ketika Syah Syuja' menggulingkan kekuasaan ayahnya yang tiran dan mengembalikan Hafizh keposisinya di istana. Tetapi belakangan ia diusir oleh Syah Syuja' dan pindah ke Isfahan. Akan tetapi Syah Syuja' memanggilnya kembali ke Istana. Hafizh menghabiskan sisa hidupnya di Syiraz dengan tenggelam dalam keindahan Ilahi. Ia telah di panggil menemui Khaliqnya pada tahun 1388/1389 Masehi dalam usia 69 tahun.
Hafizh mengekspresikan kerinduan dan cinta cinta Tuhan dala banyak puisi indah yang oleh para ahli di nilai sebagai puisi tanpa cacat. Karyanya mencakup 500 ghazal [sajak cinta], 42 rubaiyyat [kuatrain] dan beberapa qasidah [puisi cinta dengan struktur tripartit]. Puisi-puisinya berisi tema ketuhanan cinta mistis, pencarian rohani [suluk], dan kesatuan wujud yang merupakan dasar dari ajaran-ajarannya. Belakangan beberapa ahli sastra mengumpulkan puisi-puisi Hafizh menjadi satu koleksi besar, dan di beri judul Diwan-i Hafizh. Pengumpul pertama puisi Hafizh adalah muridnya, Sayyid Qasim Anwar yang mengumpulkan 569 ghazal; kemudian ada Muhammad Golandam, yang menulis kata pengantar untuk koleksi puisi Hafizh pada tahun 1410 Masehi.
PENYAIR SUFI PALING AGUNG
Sebagian ulama fiqh memandang puisi-puisi Hafizh yang memuat banyak simbol-simbok mistis semacam anggur, wanita, dan cinta sebagai puisi yang menodai ajaran Islam dan menghukum Hafizh sebagai ahli bid'ah yang sesat. Mereka memfatwakan agar Hafizh tidak di kubur secara syari'at Islam. Namun warga Syiraz menuntut agar Hafizh dihormati selayaknya, sebagaimana muslim pada umumnya. Akhirnya iapun dimakamkan sesuai tata-cara ajaran Islam. Makamnya, yang kini di sebut "Hafiziyyah" berada di taman Mushallah, di dekat tepi Sungai Ruknabad, Syiraz.
Hafizh di pandang sebagai wali Allah dan penyai sufi paling agung, bukan hanya di Iran, tetapi juga di berbagai belahan dunia. Bahkan tokoh-tokoh penyair besar di Barat, seperti Goethe mengatakan: "Dalam puisi-puisinya, Hafizi dengan indah mengukir kebenaran yang tidak dapat di sangkal. Hafizh sungguh tiada tanding!".
Esais dan penyair Amerika Ralph Waldo Emerson menyebut Hafizh sebagai "penyair yang tak mungkin kau abaikan. Hafizh adalah pemberani, ia memandang jauh ke depan secara menyeluruh; sesungguhnya aku ingin bertemu dengannya, bahkan aku ingin seperti dia".
________________________________________
Sumber:
http://baguspuisi.blogspot.com/search/label/Hafiz
http://boegis.heck.in/penyair-mistik-yang-agung.xhtml