Gerimis Putih
Malam Oktober yang panjang, dan turun pelahan Merisik dedahanan telanjang serta deru tertahan Dada bumilah yang putih dan terlembut
Di pucuk-pucuk ranting keristal sama berpagut
Malam Oktober yang pucat, pergi pelahan Pagi basah mengambang biru pipi danau Bumi yang telentang malas, pesolek berpupur salju
Lidah logam berdentangan jauh lonceng gereja
Dan lengkung langit mengucurkan gerimis putih Perbukitan tepekur, di lerengnya deretan pohon pina Tiupan angin tak lagi tajam tapi lembut menyura Seperti Emilie tak akan pergi. Seperti dada tak akan pedih Lengkung langit yang mengucurkan gerimis putih.
977 East Circle Drive, 1956
______________________
Di Teluk Ikan Putih
Di Teluk Ikan Putih, telah terjangkar jasmaniku di pelabuhannya Pada kapal-kapal yang masuk dan tertambat sehari-hari Anak-anak camar bertebar atas arus melancar Dan perbukitan dandan perlente pina-pina berduri
Di Teluk Ikan Putih menutup siang musim semi panjang Pada langitnya keruh asap, bayang bangunan dan baja Di perut kota bangkitlah malam sambil melenggang Dan dermaganya hening lelap, berlelehan keristal kaca
Selamat jalan, malam-malam putih berhujan kapas Lewati perairan hening dengan pipinya dingin Masih ada yang berlinangan di sela gugusan karang Ngenangkan musim mengandung belati dalam angin Jabatlah teluk kami, persinggahan di tahun datang.
Whitefish Bay, 1957
______________________
Bunga Alang - Alang
Bunga alang-alang Di tebing kemarau Menggelombang
Mengantar Bisik cemara Dalam getar
Di jalan setapak Engkau berjalan Sendiri
Ketika pepohon damar Menjajari Bintang pagi
Sesudah topan Membarut Warna jingga Dan seribu kalong Bergayut Di puncak randu
Di bawah bungur Kau pungut Bunga rindu
Sementara awan Menyapu-nyapu Flamboyan
Kemarau pun Berangkat Dengan kaki tergesa
Dalam angin Yang menerbangkan Serbuk bunga.
Sempur, 1963
______________________
Kabut Dalam Hujan Januari
Saat angin dan kabut Januari Berkejaran di atas atap-atap kota Serasa murid-muridku untukku bernyanyi
‘Hari Ini Nestapa Menyapa’
Adakah dingin dalam bunyi senja Yang bernapas pelan dalam gugur daunan Sampai padamu dalam warna-warna serupa Dan menyurakan angin yang gemetaran
Di sini aku duduk, jendela kabut berjalin dingin Bunga di luar musimnya ungu mengangguk-angguk Kujamah hati kamar ini dan merasa sangat ingin Berkata, di sini kau mestinya merenda duduk
Dan deru di langit yang tak lagi biru Berdenyar-denyar dalam gugusan badai Adakah itu yang kau beri nama rindu Berpijar-pijar namun tak sempat sampai
Adalah jalanan yang masuk dalam malam Bertebaran serta basah daun berjuta Napas kabut antara desah pohonan Menyapaku lengang lewat jendela.
Bubulak, 1964
______________________
Kafetaria Sabtu Pagi
Menu kafetaria Sabtu pagi:
Sepi.
Aku duduk dan minta segelas air es Dalam hatiku namamu, dan kau tak ada Orang-orang berbincang dan ketawa Sebuah dunia oleng dalam kafe ini Matahari jauh, suara-suara kendara riuh Sebuah dunia oleng dalam sepi Aku pun berdiri, menghadap pergi Ada tiada, seperti terpandang jua Ketika di luar memancar
Matahari pagi
Bulan Mei
Selemba, 1966
______________________
Adakah Suara Cemara
Ati
Adakah suara cemara Mendesing menderu padamu Adakah melintas sepintas Gemersik daunan lepas
Deretan bukit-bukit biru Menyeru lagu itu Gugusan mega Ialah hiasan kencana
Adakah suara cemara Mendesing menderu padamu Adakah lautan ladang jagung Mengombakkan suara itu.
1972
______________________
Malam Sebelum Badai
Serangga tidak berbunyi pada musim air membeku dahan-dahan telanjang hitam permukaan sungai pecah tajam itik-itik sore hari berenang di antara gugus-gugus putih suaranya riang namun aneh berkabutlah pohon-pohon taman pohon-pohon hutan apabila kapas terperinci bagai debu putih berlayangan dari atas yang tak jelas batas angin memutar ladang-ladang jagung pada ujung-ujung atap tetes air mendapat nyawa kristal bergelantungan malam meniupkan sunyi berat menekan batang-batang cemara membagi warna warna putih pada semua permukaan yang ada cahaya bangun pudar dalam segi-segi empat di atas bukit kecil menyusun pesan bisu di manakah tupai-tupai itu serangga-serangga itu burung-burung flamingo bersayap merah muda angsa-angsa berenang rata di rawa-rawa dengarlah badai mulai membisik dari jauh mengirimkan sejuta jarum-jarum dingin lewat udara padang-padang utara rata lewat menara-menara kantor cuaca sedikit merah gemerlap saat ini mesin-mesin tak berbunyi kota-kotak piringan tidak menyanyi kelepak sayap unggas-unggas utara sudah lama silam cakrawala terbenam bumi membunyikan sunyi pepohonan menggumam sunyi dengar badai mulai bersiul dari jauh memutar padang-padang jagung rata apakah bunyi badai adakah badai berbunyi sepanjang ladang-ladang gandum yang jerami sungai putih membayang langit hilang udara mengental uap kristal cuaca lenyap cahaya dengarlah badai jauh membisik mengirimkan sejuta jarum-jarum alit dan dingin lewat padang-padang dan ladang-ladang membentang.
1972
______________________
Pantun Terang Bulan Di Midwest
Sebuah bulan sempurna Bersinar agak merah Lingkarannya di sana Awan menggaris bawah
Sungai Mississippi Lebar dan keruh Bunyi-bunyi sepi Amat gemuruh
Ladang-ladang jagung Rawa-rawa dukana Serangga mendengung Sampaikah suara
Cuaca musim gugur Bukit membisu Asap yang hancur Biru abu-abu
Danau yang di sana Seribu burung belibis Lereng pohon pina Angin pun gerimis
1971
______________________
Lagu Unggas Lagu Ikan
Katak rawa-rawa Menyanyi sendiri
Pii
Wii
Serangga pepohonan Daun bermerahan
Angsa menggelepar Dan berbunyi
Pii
Wii
Ikan danau jauh Jerami yang luruh
Langit mengental Paya-paya kristal
Unggas sembunyi Hutan pun mati Bunyi yang sunyi
Pii
Wii
1971
______________________
Bulan
Bulan pun merah Dan tersangkut Pada rimba musim gugur
Sungai pun lelah Dan mengangkut Daun-daun bertabur
Padang-padang jagung Serangga mendesing Baling-baling Berpusing
Lembu mengibas-ngibaskan Ekornya Jerami Terpelanting
Bulan merah Tersangkut Ke bawah rimba Musim gugur
1972
______________________
Doa Si Kecil
Tuhan Yang Pemurah
Beri mama kasur tebal di surga Tuhan Yang Kaya Belikan ayah pipa yang indah
Amin. 1963
______________________
Sumber: http://taufiqismail.com/