Monday, November 19, 2012

SAPTA WARSITA PANCA PANCATANING MULYA


Sapta Warsita Panca Pancataning Mulya merupakan Filsafat Tradisional Budaya Jawa, yang bilamana diartikan merupakan tujuh paham ajaran untuk mencapai kemuliaan dan kesejahteraan.
Menurut sebagian dari faham ajaran spiritual Budaya Jawa, Pancasila itu merupakan bagian dari Sapta Warsita Panca Pancataning Mulya ( tujuh kelompok ajaran yang masing-masing kelompok berisi lima butir ajaran untuk mencapai kemuliaan, ketenteraman, dan kesejahteraan kehidupan alam semesta hingga alam keabadian/ akhirat ), yang meliputi:
  1. Panca Sila
  2. Panca Karya
  3. Panca Guna
  4. Panca Dharma
  5. Panca Jaya
  6. Panca Daya
  7. Panca Pamanunggal
PANCA SILA
Ajaran pembentukan sikap dasar manusia
  1. Hambeg Manembah (takwa kpd Tuhan)
  2. Hambeg Manunggal (sikap bersatu)
  3. Hambeg Welas Asih (sikap kasih sayang)
  4. Hambeg Wisata (sikap tentram & mantap)
  5. Hambeg Makarya Jaya Sasama (sikap berkarya untuk mencapai kejayaan sesama)
PANCA KARYA
Ajaran berkarya dalam kehidupan
  1. Karyaning Cipta Tata (berfikir runtut)
  2. Karyaning Rasa Resik (bertindak obyektif)
  3. Karyaning Karsa Lugu (bertindak sesuai hati nurani)
  4. Karyaning Jiwa Mardika (bertindak bebas dari cengkraman hawa nafsu)
  5. Karyaning Sukma Meneng (bertindak berdasar kebenaran & keadilan)
PANCA GUNA
Ajaran mengolah potensi kepribadian 
  1. Guna Empan Papaning Daya Pikir (berkonsentrasi & berfikir secara efektif & efisien)
  2. Guna Empan Papaning Daya Rasa (mengendalikan kalbu & perasaan)
  3. Guna Empan Papaning Daya Karsa (mengendalikan kemauan, cita-cita, niat & harapan)
  4. Guna Empan Papaning Daya Karya (berbuat sesuatu yang bermanfaat)
  5. Guna Empan Papaning Daya Panguwasa (berbuat tidak sewenang-wenang)
PANCA DHARMA
Ajaran orientasi kehidupan (visi-misi)
  1. Dharma Marang Ingkang Akarya Jagad (melaksanakan kewajiban sbg umat Tuhan)
  2. Dharma Marang Dhirine (melaksanakan kewajiban mengelola diri sendiri)
  3. Dharma Marang Kaluwarga (melaksanakan kewajiban untuk kesejahteraan keluarga)
  4. Dharma Marang Bebrayan (melaksanakan kewajiban untuk membangun kehidupan bermasyarakat
  5. Dharma Marang Nagara (melaksanakan kewajiban untuk negara) 
PANCA JAYA
Ajaran penetapan standar kehidupan
  1. Jayeng Dhiri (mampu menguasai, mengendalikan & mengelola diri sendiri)
  2. Jayeng Bhaya (mampu menangulangi semua bahaya)
  3. Jayeng Donya (mampu memenuhi kehidupan duniawi)
  4. Jayeng Bawana Langgeng (mampu mengalahkan semua rintangan & godaan)
  5. Jayeng Lana (mampu menguasai & mengendalikan diri lahir & batin)
PANCA DAYA
Ajaran sikap & perilaku sbg manusia sosial
  1. Daya Kawruh Luhuring Sujanma (sikap sarjana bagi kesejahteraan alam semesta)
  2. Daya Adiling Pangarsa (sikap penguasa yang adil)
  3. Daya Katemenaning pangupo Boga (sikap pedagang yang kejujuran)
  4. Daya Kasetyaning Para Punggawa lan Nayaka (sikap karyawan yang setia)
  5. Daya Panembahing para kawula (sikap kemulian seluruh lapisan masyarakat)
PANCA PAMANUNGGAL
Ajaran sosok manusia pemersatu
  1. Pandhita Suci Hing Cipta Nala (sosok suci lahir dan batin)
  2. Pamong waskita (sosok pelayan masyarakat yang tanggap akan aspirasi)
  3. Pangayom Pradah Berbudi bawa Leksana (sosok pelindung bawahan)
  4. Pangarsa Mulya Limpat Wicaksana (sosok pemimpin yang berbudi, berakhlak, cakap, profesional, bertanggung jawab & bijaksana)
  5. Pangreh Wibawa Lumaku Tama (sosok penguasa yang berwibawa tetapi tidak sewenang-wenang)
___oOOo__

 Pancasila
Pancasila merupakan butir-butir ajaran yang perlu dijadikan rujukan pembentukan sikap dasar atau akhlak manusia.

1.1. Hambeg Manembah

Hambeg manembah adalah sikap ketakwaan seseorang kepada Tuhan Yang Mahaesa.

Manusia sebagai makhluk ciptaanNya wajib memiliki rasa rumangsa lan pangrasa (menyadari) bahwa keberadaannya di dunia ini sebagai hamba ciptaan Ilahi, yang mengemban tugas untuk selalu mengabdi hanya kepadaNya. Dengan pengabdian yang hanya kepadaNya itu, manusia wajib melaksanakan tugas amanah yang diemban, yaitu menjadi khalifah pembangun peradaban serta tatanan kehidupan di alam semesta ini, agar kehidupan umat manusia, makhluk hidup serta alam sekitarnya dapat tenteram, sejahtera, damai, aman sentosa, sehingga dapat menjadi wahana mencapai kebahagiaan abadi di alam kelanggengan ( akhirat ) kelak ( Memayu hayu harjaning Bawana, Memayu hayu harjaning Jagad Traya, Nggayuh kasampurnaning hurip hing Alam Langgeng )

Dengan sikap ketakwaan ini, semua manusia akan merasa sama, yaitu berorientasi serta merujukkan semua gerak langkah, serta sepak terjangnya, demi mencapai ridlo Ilahi, Tuhan Yang Maha Bijaksana ( Hyang Suksma Kawekas ).

Hambeg Mangeran ini mendasari pembangunan watak, perilaku, serta akhlak manusia. Sedangkang akhlak manusia akan menentukan kualitas hidup dan kehidupan, pribadi, keluarga, masyarakat, bangsa, dan negara.

1.2. Hambeg Manunggal

Hambeg manunggal adalah sikap bersatu. Manusia yang hambeg mangeran akan menyadari bahwa manusia itu terlahir di alam dunia ini pada hakekatnya sama. Kelebihan dan kekurangan yang dimiliki oleh setiap insan itu memang merupakan tanda-tanda kebesaran Hyang Suksma Adi Luwih ( Tuhan Yang Maha Luhur ). Oleh karena itu sebagai salah satu bentuk dari sikap ketakwaan seseorang adalah sikap hasrat serta kemauan kerasnya untuk bersatu. Perbedaan tingkatan sosial, tingkat kecerdasan, dan perbedaan-perbedaan lain sebenarnya bukan alat untuk saling berpecah belah, tetapi malah harus dapat dipersatukan dalam komposisi kehidupan yang serasi serta bersinergi. Hanya ketakwaan lah yang mampu menjadi pendorong tumbuhnya hambeg manunggal ini, karena manusia akan merasa memiliki satu tujuan hidup, satu orientasi hidup, dan satu visi di dalam kehidupannya.

Di dalam salah satu ajaran spiritual, hambeg manunggal itu dinyatakan sebagai, manunggaling kawula lan gustine (bersatunya antara rakyat dengan pemimpin), manunggale jagad gedhe lan jagad cilik ( bersatunya jagad besar dengan jagad kecil ), manunggale manungsa lan alame ( bersatunya manusia dengan alam sekitarnya ), manunggale dhiri lan bebrayan ( bersatunya individu dengan masyarakat luas ), manunggaling sapadha-padha ( persatuan di antara sesama ), dan sebagainya.

1.3. Hambeg Welas Asih

Hambeg welas asih adalah sikap kasih sayang. Manusia yang hambeg mangeran, akan merasa dhirinya dengan sesama manusia memiliki kesamaan hakikat di dalam hidup. Dengan kesadaran itu, setelah hambeg manunggal, manusia wajib memiliki rasa welas asih atau kasih sayang di antara sesamanya. Sikap kasih sayang itu akan mampu semakin mempererat persatuan dan kesatuan.

1.4. Hambeg Wisata.

Hambeg wisata adalah sikap tenteram dan mantap. Karena ketakwaannya kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, manusia akan bersikap tenteram dan merasa mantap di dalam kehidupannya. Sikap ini tumbuh karena keyakinannya bahwa semua kejadian ini merupakan kehendak Sang Pencipta.

Hambeg wisata bukan berarti pasrah menyerah tanpa usaha, tetapi justru karena kesadaran bahwa semua kejadian di alam semesta ini terjadi karena kehendakNya, sedangkan Tuhan juga menghendaki manusia harus membangun tata kehidupan untuk mensejahterakan kehidupan alam semesta, maka dalam rangka hambeg wisata itu manusia juga merasa tenteram dan mantap dalam melakukan usaha, berkarya, dan upaya di dalam membangun kesejahteraan alam semesta. Manusia akan merasa mantap dan tenteram hidup berinteraksi dengan sesamanya, untuk saling membantu, bahu membahu, saling mengingatkan, saling mat sinamatan, di dalam kehidupan.

1.5. Hambeg Makarya Jaya Sasama

Hambeg Makarya Jaya Sasama adalah sikap kemauan keras berkarya, untuk mencapai kehidupan, kejayaan sesama manusia. Manusia wajib menyadari bahwa keberadaannya berasal dari asal yang sama, oleh karena itu manusia wajib berkarya bersama-sama menurut potensi yang ada pada dirinya masing-masing, sehingga membentuk sinergi yang luar biasa untuk menjapai kesejahteraan hidup bersama. Sikap hambeg makarya jaya sesama akan membangun rasa “tidak rela” jika masih ada sesama manusia yang hidup kekurangan atau kesengsaraan.


 Panca Karya

Panca karya merupakan butir-butir ajaran sebagai rujukan berkarya di dalam kehidupan.

2.1. Karyaning Cipta Tata

Karyaning Cipta Tata adalah kemampuan berfikir secara runtut, sistematis, tidak semrawut ( tidak worsuh, tidak tumpang tindih ). Manusia wajib mengolah kemampuan berfikir agar mampu menyelesaikan semua persoalan hidup yang dihadapinya secara sistematis dan tuntas. Setiap menghadapi permasalahan wajib mengetahui duduk permasalahannya secara benar, mengetahui tujuan penyelesaian masalah yang benar beserta berbagai standar kriteria kinerja yang hendak dicapainya, mengetahui kendala-kendala yang ada, dan menyusun langkah atau strategi penyelesaian masalah yang optimal.

2.2.Karyaning Rasa Resik

Karyaning rasa resik adalah kemampuan bertindak obyektif, bersih, tanpa dipengaruhi dorongan hawa nafsu, keserakahan, ketamakan, atau kepentingan-kepentingan pribadi yang tidak sesuai dengan nilai-nilai kebenaran/budi luhur.

2.3. Karyaning Karsa Lugu

Karyaning Karsa Lugu adalah kemampuan berbuat bertindak sesuai suara kesucian relung kalbu yang paling dalam, yang pada dasarnya adalah hakekat kejujuran fitrah Ilahiyah ( sesuai kebenaran sejati yang datang dari Tuhan Yang Maha Suci/Hyang Suksma Jati Kawekas ).

2.4. Karyaning Jiwa Mardika

Karyaning Jiwa Mardika adalah kemampuan berbuat sesuai dengan dorongan Sang Jiwa yang hanya menambatkan segala hasil karya, daya upaya, serta cita-cita kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, terbebas dari cengkeraman pancaindera dan hawa nafsu keserakahan serta ketamakan akan keduniawian. Karyaning Jiwa Mardika akan mampu mengendalikan keduniaan, bukan diperbudak oleh keduniawian ( Sang Jiwa wus bisa murba lan mardikaake sagung paraboting kadonyan ).

2.5. Karyaning Suksma Meneng

Karyaning Suksma Meneng adalah kemampuan berbuat berlandaskan kemantapan peribadatannya kepada Tuhan Yang Maha Bijaksana, berlandaskan kebenaran, keadilan, kesucian fitrah hidup, “ teguh jiwa, teguh suksma, teguh hing panembah “.

Di dalam setiap gerak langkahnya, manusia wajib merujukkan hasil karya ciptanya pada kehendak Sang Pencipta, yang menitipkan amanah dunia ini kepada manusia agar selalu sejahtera.

➌ Panca Guna
Panca Guna merupakan butir-butir ajaran untuk mengolah potensi kepribadian dasar manusia sebagai modal dalam mengarungi bahtera kehidupan.

3.1. Guna Empan Papaning Daya Pikir
Guna empan papaning daya pikir adalah kemampuan untuk berkonsentrasi, berfikir secara benar, efektif, dan efisien ( tidak berfikir melantur, meratapi keterlanjuran, mengkhayal yang tidak bermanfaat, tidak suka menyia-nyiakan waktu ).

3.2. Guna Empan Papaning Daya Rasa
Guna empan papaning daya rasa adalah kemampuan untuk mengendalikan kalbu, serta perasaan ( rasa, rumangsa, lan pangrasa ), secara arif dan bijaksana.

3.3. Guna Empan Papaning Daya Karsa
Guna empan papaning daya karsa adalah kemampuan untuk mengendalikan, dan mengelola kemauan, cita-cita, niyat, dan harapan.

3.4. Guna Empan Papaning Daya Karya
Guna empan papaning daya karya adalah kemampuan untuk berkarya, berbuat sesuatu yang bermanfaat bagi dirinya, keluarga, masyarakat, bangsa, dan negaranya.

3.5. Guna Empan Papaning Daya Panguwasa
Guna empan papaning daya panguwasa adalah kemampuan untuk memanfaatkan serta mengendalikan kemampuan, kekuasaan, dan kewenangan secara arif dan bijaksana (tidak menyalahgunakan kewenangan). Kewenangan, kekuasaan, serta kemampuan yang dimilikinya dimanfaatkan secara baik, benar, dan tepat untuk mengelola (merencanakan, mengatur, mengendalikan, dan mengawasi ) kehidupan alam semesta


 Panca Dharma 
Panca dharma merupakan butir-butir ajaran rujukan pengarahan orientasi hidup dan berkehidupan, sebagai penuntun bagi manusia untuk menentukan visi dan misi hidupnya.

4.1. Dharma Marang Hingkang Akarya Jagad
Dharma marang Hingkang Akarya Jagad adalah melaksanakan perbuatan mulia sebagai perwujudan pelaksanaan kewajiban umat kepada Sang Pencipta. Manusia diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa untuk selalu menghambakan diri kepada-Nya. Oleh karena itu semua perilaku, budi daya, cipta, rasa, karsa, dan karyanya di dunia tiada lain dilakukan hanya semata-mata sebagai bentuk perwujudan dari peribadatannya kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, untuk mensejahterakan alam semesta ( memayu hayuning harjaning bawana, memayu hayuning jagad traya ).

4.2. Dharma Marang Dhirine
Dharma marang dhirine adalah melaksanakan kewajiban untuk memelihara serta mengelola dhirinya secara baik. Olah raga, olah cipta, olah rasa, olah karsa, dan olah karya perlu dilakukan secara baik sehingga sehat jasmani, rohani, lahir, dan batinnya.
Manusia perlu menjaga kesehatan jasmaninya. Namun demikian mengasah budi, melalui belajar agama, budaya, serta olah batin, merupakan kewajiban seseorang terhadap dirinya sendiri agar dapat mencapai kasampurnaning urip, mencapai kebahagiaan serta kesejahteraan di dunia dan di akhirat.
Dengan kesehatan jasmani, rohani, lahir, dan batin tersebut, manusia dapat memberikan manfaat bagi dirinya sendiri.

4.3. Dharma Marang Kulawarga
Dharma marang kulawarga adalah melaksanakan kewajiban untuk memenuhi hak-hak keluarga. Keluarga merupakan kelompok terkecil binaan manusia sebagai bagian dari masyarakat bangsa dan negara. Pembangunan keluarga merupakan fitrah manusiawi. Kelompoh ini tentunya perlu terbangun secara baik. Oleh karena itu sebagai manusia memiliki kewajiban untuk melaksanakan tugas masing-masing di dalam lingkungan keluarganya secara baik, benar, dan tepat.

4.4. Dharma Marang Bebrayan
Dharma marang bebrayan adalah melaksanakan kewajiban untuk turut serta membangun kehidupan bermasyarakat secara baik, agar dapat membangun masyarakat binaan yang tenteram damai, sejahtera, aman sentosa.

4.5. Dharma Marang Nagara
Dharma marang nagara adalah melaksanakan kewajiban untuk turut serta membangun negara sesuai peran dan kedudukannya masing-masing, demi kesejahteraan, kemuliaan, ketenteraman, keamanan, kesentosaan, kedaulatan, keluhuran martabat, kejayaan, keadilan, dan kemakmuran bangsa dan negaran beserta seluruh lapisan rakyat, dan masyarakatnya.

➎ PANCA JAYA 
Panca Jaya merupakan butir-butir ajaran sebagai rujukan penetapan standar kriteria atau tolok ukur hidup dan kehidupan manusia, yang meliputi :

5.1. Jayeng Dhiri
Jayeng dhiri artinya mampu menguasai, mengendalikan, serta mengelola dirinya sendiri, sehingga mampu menyelesaikan semua persoalan hidup yang dihadapinya, tanpa kesombongan (ora rumangsa bisa, nanging bisa rumangsa lan hangrumangsani, kanthi rasa, rumangsa, lan pangrasa).

5.2. Jayeng Bhaya
Jayeng Bhaya artinya mampu menghadapi, menanggulangi, dan mengatasi semua bahaya, ancaman, tantangan, gangguan, serta hambatan yang dihadapinya setiap saat, dengan modal kepandaian, kepiawaian, kecakapan, akal, budi pekeri, ilmu, pengetahuan, kecerdikan, siasat, kiat-kiat, dan ketekunan yang dimilikinya. Dengan modal itu, seseorang diharapkan mampu mengatasi semua permasalahan dengan cara yang optimal, tanpa melalui pengorbanan  mendatangkan dampak negatif), sehingga sering disebut “nglurug tanpa bala, menang tanpa ngasorake” (menyerang tanpa pasukan, menang dengan tidak mengalahkan).

5.3. Jayeng Donya
Jayeng donya artinya mampu memenuhi kebutuhan kehidupan di dunia, tanpa dikendalikan oleh dorongan nafsu keserakahan. Dengan kemampuan mengendalikan nafsu keserakahan di dalam memenuhi segala bentuk hajat serta kebutuhan hidup, maka manusia akan selalu peduli terhadap kebutuhan orang lain, dengan semangat tolong menolong, serta memberikan hak-hak orang lain, termasuk fakir miskin (orang lemah yang nandang kesusahan/ papa cintraka).

5.4. Jayeng Bawana Langgeng
Jayeng bawana langgeng artinya mampu mengalahkan semua rintangan, cobaan, dan godaan di dalam kehidupan untuk mempersiapkan diri, keturunan, dan generasi penerus sehingga mampu mencapai kebahagiaan hidup dan kehidupan di dunia dan akhirat.

5.5. Jayeng Lana ( mangwaseng hurip lahir batin kanthi langgeng ).
Jayeng lana artinya mampu secara konsisten menguasai serta mengendalikan diri lahir dan batin, sehingga tetap berada pada hidup dan kehidupan di bawah ridlo Ilahi.


 Panca Daya
Panca daya merupakan butir-butir ajaran sebagai rujukan sikap dan perilaku manusia sebagai insan sosial, atau bagian dari warga masyarakat, bangsa dan negara. Di samping itu sementara para penghayat spiritual kebudayaan Jawa mengisyaratkan bahwa pancadaya itu merupakan komponen yang mutlak sebagai syarat pembangunan masyarakat yang adil, makmur, sejahtera, aman, dan sentosa lahir batin.

6.1. Daya Kawruh Luhuring Sujanma
Daya kawruh luhuring sujanma artinya kekuatan ilmu pengetahuan yang mampu memberikan manfaat kepada kesejahteraan alam semesta.

6.2. Daya Adiling Pangarsa
Daya adiling pangarsa/tuwanggana artinya kekuatan keadilan para pemimpin.

6.3. Daya Katemenaning Pangupa Boga
Daya katemenaning pangupa boga artinya kekuatan kejujuran para pelaku perekonomian ( pedagang, pengusaha ).

6.4. Daya Kasetyaning Para Punggawa lan Nayaka
Daya kasetyaning para punggawa lan nayaka artinya kekuatan kesetiaan para pegawai/ karyawan.

6.5. Daya Panembahing Para Kawula
Daya panembahing para kawula artinya kekuatan kemuliaan akhlak seluruh lapisan masyarakat ( mulai rakyat kecil hingga para pemimpinnya; mulai yang lemah hingga yang kuat, mulai yang nestapa hingga yang kaya raya, mulai kopral hingga jenderal, mulai sengsarawan hingga hartawan ).

➐ Panca Panunggal
Panca Panunggal (Panca Pamanunggal) atau lima pemersatu adalah butir-butir ajaran rujukan kriteria sosok manusia pemersatu. Sementara tokoh penghayat jawa menyebutkan bahwa sosok pimpinan yang adil dan akan mampu mengangkat harkat serta martabat bangsanya adalah sosok pimpinan yang di dalam jiwa dan raganya bersemayam perpaduan kelima komponen ini, yaitu :

7.1. Pandhita Suci Hing Cipta Nala
Pandita suci hing cipta nala adalah sosok insan yang memiliki sifat fitrah, yaitu kesucian lahir batin, kesucian fikir dan tingkah laku demi memperoleh ridlo Ilahi.

7.2. Pamong Waskita
Pamong waskita adalah sosok insan yang mampu menjadi pelayan masyarakat yang tanggap aspirasi yang dilayaninya.

7.3. Pangayom Pradah Ber Budi Bawa Leksana
Pangayom pradhah ber budi bawa leksana adalah sosok insan yang mampu melindungi semua yang ada di bawah tanggung jawabnya, mampu bersifat menjaga amanah dan berbuat adil berdasarkan kejujuran.

7.4. Pangarsa Mulya Limpat Wicaksana
Pangarsa mulya limpat wicaksana artinya sosok insan pemimpin yang berbudi luhur, berakhlak mulia, cakap, pandai, handal, profesional, bertanggungjawab, serta bijaksana.

7.5. Pangreh Wibawa Lumaku Tama
Pangreh wibawa lumaku tama artinya sosok insan pengatur, penguasa, pengelola yang berwibawa, memiliki jiwa kepemimpinan yang baik, mampu mengatur bawahan dengan kewenangan yang dimilikinya, tetapi tidak sewenang-wenang, karena selalu berada di dalam koridor perilaku yang mulia ( laku utama ).

Sumber:http://sukolaras.wordpress.com/http://sabdalangit.wordpress.com/2008/12/12/wahyu-panca-warsita/aminari.files.wordpress.com/2008/02/filsafat-jawa.ppthttp://blackinjpn.multiply.com/journal/item/40?&=&show_interstitial=1&u=%2Fjournal%2Fitem&item_id=40&view:replies=reverse Image By ARIAMAN http://www.flickr.com/photos/ariaman/6625775881/in/photostream/