Wednesday, October 22, 2008

luka indah

Setelah lama kunanti senja, tiba dan terasa
Memimpikan hadirnya pagi dalam ciuman mentari segera kuraba

hanya akan menjadi bayangan di ujung langkahku
segala arti sempatkah kau beri

aku hanya pulang
meski tak berpesan
itu kau rasa
aku terpaksa menggores luka
biar caci padaku
aku merajut perih
agar kau sakit lupakan aku

hanya itu yang aku bisa
untuk membuatku lupa

Wednesday, October 15, 2008

pergi melati

bermalam malam mata tak pejam
bersiang siang hati pun bimbang

sudah tak cukup jemari ini menghitungnya
apa yang aku rasa smakin berkelana tak tahu kemana
apa yang membuat aku cinta
apa yang membuatnya

smakin aku ragu pada hasratku

aku pergi melati......

Thursday, October 09, 2008

simpang sepuluh kota

bahasa ibu sudah lama tak terirama
dulu seringkali........ sudahlah aku lupa
kurun terus beruntun mengalihkan matahari dan bulan
hingga hujan kemarin
memang tetap basah dan selalu basahi

Ibu... pantaskah aku memanggilmu
Ayah... sanggupkah aku...?

hadiah itu ingin ku kenakan disetiap senyum tipismu
agar aku tak galau dan tak meratap lagi

rahasia itu ingin teduhkan bayangmu dibawah terik
sudah pantaskah aku
setinggi sekali aku berkehendak

aku semakin ragu
apakah dalam mimpi ini kurasakan
sampai kapan tidurku menahun

hadiah itu ingin kusertakan bersama lembut tanganmu
dengan lembutnya selalu lembutkanmu

aku semakin malu
apakah aku hanya ingin bermimpi
dan akan tertidur bertahun tahun

telah sepuluh kota matahari menyinarinya tiada guna
mana yang akan aku singgahi hati
ilalang dipersimpangan

Tuesday, October 07, 2008

Jika telah sampai pada batasnya
kau ingatkanlah aku waktu itu
kucoba selayaknya menata musim musim itu
sempat terperanjat
tak seperti harapan semestinya
beralih-alih disela selanya
mencoba sampai pada batasnya

Siapakah gerangan dia
si mungil yang dia bawa
kemanakah kucari artinya

Terbuai selalu aku
kenapa ilalang selalu seperti terguyur badai
meski itu hanyalah embun pagi

akan kucari

Monday, October 06, 2008

kerumun

tak lagi hening
berkecipak dalam tandus kering
berbasah apakah iring-iring itu
peluhkah yang terus mengucurimu

tatkala terik semakin mencekik
tak berputus asa dengan terus melambai
mengepalkan di ujung ujung jemari
agar nampak ulah kita
tak hanya senyum yang kan mengisi perut
terisaklah demikian pinta ibu disalam keberangkatan lalu
untuk berperang bukan melawan matahari
dan tak memanjakan sore bermalam malam

namun mengisinya dengan setiap kejap mata