Wednesday, June 20, 2012

curahan CINTA kepada RASULULLAH

“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri tauladan yang baik bagimu, (yaitu) bagi orang-orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) Hari Kiamat serta banyak menyebut nama Allah . (Al Ahzab: 33 :21)


Seorang muslim hendaklah mencintai Allah dan Rasul_Nya melebihi segala cinta yang dimilikinya. Mahabah (kecintaan) terhadap Rasullah saw merupakan kecintaan terhadap Allah juga. Adalah sangat haq (utama) ketika seorang muslim mencintai Rasulullah saw di atas manusia lainnya. Beliaulah manusia yang haq untuk dijadikan tauladan, ukuran serta sasaran cinta yang utama.

Manakala kita membuka lembaran sejarah para sahabat, maka kita akan mendapatkan serangkaian kisah yang mengagumkan. Mereka begitu besar dalam mencurahkan segenap cintanya terhadap Rasulullah saw. Mahabah yang begitu besar ini telah menumbuhkan kobaran rindu serta semangat pembelaan sampai pada pengorbanan jiwa mereka.

Dari ‘urwah, Imam Baihaqi meriwayatkan, ketika kaum musyrikin mengeluarkan Zaid bin Datsinah dari tanah Haram untuk dibunuh di kota Tan’im, diperjalanan ia berjumpa dengan Khubaib bin ‘Adi al-Anshari (yang hendak dibunuh oleh kaum musyrik). Kemudian mereka berdua saling berwasiat tentang kesabaran dan keteguhan terhadap kekejian yang dilakukan orang-orang musyrik. Abu Sofyan, yang ketika itu masih musyrik berkata kepada Zaid bin Datsinah, “Kau sangat hina Zaid, Senangkah kau, seandainya kini Muhammad menggantikan kedudukanmuy dengan dipenggal batang lehernya ? Dan kau kembali bersama keluargamu ?”

Demi Allah ! Aku tidak akan senang kalau Nabi sekarang yang berada di tempatnya sekalipun terkena duri sekalipun, sementara itu aku duduk bersama keluargaku ! “ jawab Zaid bin Datsinah.

Abu Sofyan berkata, “ Tak Pernah kulihat seorang manusia mencintai manusia lainnya seperti para sahabat Mumammad mencintai Muhammad”

Khubaib juga diberi pertanyaan yang sama dan menjawabnya ; “Aku tidak senang kalau Rasulullah menebusku walau hanya dengan duri yang melukai kakinya”

Sungguh mengagumkan Zaid dan Khubaib merasa lebih baik terbunuh ditangan lawan daripada Rasulullah saw yang dicintainya mendapat luka walaupun hanya terkena duri.

Amat nyata kecintaan mereka terhadap Nabinya. Suatu hal yang amat patut kita ambil ibrohnya (tauladannya). Mereka senantiasa menginginkan bertemu dengan Rasulullah saw dan keselamatan beliau. Kerinduan mereka tak sekedar angan kosong, tetapi dibuktikan dengan getaran akhlaknya.

Imam Baihaqi dan Ibnu Ishaq bercerita tentang tragedy perang Uhud. Pada saat itu berita menyedihkan sampai pada Nusaibah binti Ka’ab al-Anshariyah yang mengabarkan bahwa bapak, saudara, dan suaminya telah syahid di medan Uhud. Ketika Nusaibah menerima kabar demikian, ia tak perduli dan bertanya, “ Bagaimana dengan Rasulullah ?”. Kemudian dijawab, Alhamdulillah Rasulullah sehat wal afiat, seperti yang kamu inginkan.”

Bawalah aku kepadanya sampa aku bisa melihatnya”, ucap Nusaibah. Ketia ia melihat Rasulullah saw lantas berkata, Setelah keselamatanmu ya Rasulullah, setiap musibah itu kecil tak berarti”

Mungkinkah kecintaan dan kerinduan seperti ini dilakukan tanpa kefahaman mereka terhadap Rasulullah ? Tidak mungkin ! Mereka sangat faham dan menyadari benar akan akhlak dan kemuliaan Rasulullah saw.

Al Baghawi mengisahkan ; Tsauban, seorang yang amat cintanya kepada Rasulullah saw namun sedikit kesabarannya, ketika berjumpa Rasulullah saw serta merta raut wajahnya berubah. Kemudian Rasulullah bertanya, “ Mengapa rona wajahmu berubah Tsauban ?” 
Jawabnya, “Saya tidak sakit ya Rasulullah, kecuali hanya saya tidak dapat memandangmu. Saya merasa begitu sepi dan dicekam oleh rasa ketakutan dan kesepian itu baru hilang sampai saat saya berjumpa denganmu. Kemudian saya ingat akan akhirat, dan sayapun kembali diliputi oleh rasa takut kalau-kalau saya tidak dapat melihat engkau, karena engkau diangkat dan dikumpulkan dengan para nabi lainnya. Sedangkan saya tidak bisa tinggal dekat denganmu. Tetapi jika saya tidak masuk surga, tentu saya tidak akan dapat memandangmu lagi selama-lamanya.”

Setelah itu turunlah ayat Al Qur’an mengenai hal ini :
“Siapa saja yang mentaati Allah dan Rasul_Nya, mereka itu akan bersama sama dengan orang-orang yang dianugrahi nikmat oleh Allah, yaitu para Nabi, para Shiddiqin, para Syuhada dan orang-orang yang sholeh. Mereka itulah teman yang sebaik-baiknya.” (An-Nisa’ :4:69)

Kecintaan seperti ini hanyalah pantas untuk Rasulullah saw saja, dan cinta seperti itulah yang akan mendapat ridla dari Allah Ta’ala. Mahabbah yang menghujam ke dalam qalbunya, serta merta akan menimbulkan kerinduan yang begitu dalam terhadap kekasihnya.

Masya Allah, kita tak akan pernah menjumpai seorang sahabat yang pernah mencela kepribadian beliau. Tak ada seorang sahabat pun yang murtad gara-gara melihat cacat pada syakhshiyah (kepribadian) beliau. Begitu besar cintanya kepada Rasulullah melebihi cintanya terhadap diri ataupun keluarganya.

Ibnu ‘Askar berkisah tentang bilal bin Rabah Ra setelah Rasulullah wafat. Ketia Bilal singgah di Badariyah (dekat wilayah Syiria), dalam tidurnya ia mimpi melihat Rasulullah. Beliau bersabda, “Apakah arti ketidak ramahan ini hai Bilal ? Tidakkah engkau mengunjungi aku sekarang ?” setelah itu Bilal terbangun dari tidurnya dalam keadaan sedih dan cemas. Lalu ia berkemas menuju Madinah. Dikunjunginya makam Rasulullah. Bilal pun menangis dan menggulung-gulingkan mukanya di atas pusara Rasulullah saw karena rindu dan haru.

Tidak lama datanglah Hasan dan Husain, cucu Rasulullah saw, menghampirinya. Bilal merangkul dan mencium mereka. Hasan dan Husain mengutarakan maksudnya, “Kami ingin sekali mendengar adzanmu lagi, seperti dulu kau adzan untuk Rasulullah di Masjid.” Hasan dan Husain lalu menaikkan Bilal ke menara Masjid. Kini Bilal tegak berdiri di tempatnya, yaitu tempat yang dulu semasa hidup Rasulullah saw, ia biasa dipergunakan untuk mengumandangkan adzan.

Ketika Bilal mengumandangkan takbir, Allahu akbar, Allahu akbar, kota Madinah dibuatnya tersentak, seluruh penduduknya bagaikan baru mendengar laungan kebesaranan Allah. Madinah kian gempar ketika Bilal menggemakan Asyhadu alla ilaaha illa-Lah, mereka seakan dibawa ke dalam tauhid nan tinggi. Ketika Asyhadu anna Muhammadar Rasulullah berkumandang, para wanita pun berduyung-duyung keluar dari masing-masing tempat tinggalnya sambil bertanya-tanya, Apakah Rasulullah saw kembali dibangkitkan . . . ? Apakah Rasulullah saw kembali dibangkitkan . . .. ?

Saat itu banyak orang, laki-laki dan perempuan meratap, menangis tersedu sedan, karena rindu mereka yang mendendam kepada Rasulullah saw.

Demikianlah para pengikut beliau memiliki kecintaan yang amat kuat, sehingga keinginan untuk menjaga dan membela bukannya dibuat-buat, akan tetapi satu gerak naluriah yang didorong oleh rasa hormat yang tinggi.

“Tidaklah Kami mengutus engkau malainkan untuk menjadi rahmat bagi semesta alam” (Al Anbiya :21:107)

Maha Benar Allah yang telah mengutus Rasul_Nya ! ! !
Wahai Nabi . . .
Engkaulah keutamaan
Tanpa batas pencapaian
Untaian kata pun tak mampu melukiskan
Dialah manusia terbaik yang Allah ciptakan