Monday, February 22, 2010

Biografi Al-Sheikh Abdul Qodir al-Jilany r.a : Kedua Telapak Kakiku Ada di Punggung Setiap Wali Allah

Kelahiran

Asy Sheikh Abdul Qodir r.a dilahirkan di Jilan di kota terpencil pelosok Tabaristan pada tahun 471 masehi. Dimasa bayinya beliau tidak mau menyusu di waktu siang bulan Romadhon, sebagai pemeliharaan Allah SWT atasnya. Beliau adalah Syaikh Muhyiddin Abu Muhammad Abdul Qodir bin Abu Saleh Jank Dausat bin Abi Abdillah bi Yahya Az Zahid bin Muhammad bin Daud bin Musa bin Abdulah Al-Mahd bin Hasan Al Mutsanna Ibnul Hasan As Sibth bin Ali bin Abi Tholib suami Siti Fatimah Binti Muhammad Rasululloh SAW

Syaikh sufi Syaikh Sihabuddin Umar As-Sahrawardi dalam kitab ‘Awarif al-Ma’arif bab 21 meriwayatkan, “Diantara para ulama ada yang menanyakan kepada Syaikh Abdul Qadir ‘Mengapa engkau menikah ?’. Beliau menjawab, ‘Aku tidak memiliki niat untuk menikah sampai RasuluLlah SAW berkata kepadaku, “Menikahlah engkau”.
Dinukilkan dari Syaikh Abdul Qadir bahwa beliau pernah berkata, “Aku pernah menginginkan isteri pada suatu waktu hanya saja aku tidak ingin menikah karena khawatir akan menghabiskan waktuku. Akhirnya aku bersabar hingga Allah menganugerahkan 4 isteri kepadaku yang sesuai dengan keinginanku”.
Ibnu Najjar dalam kitab tarikhnya meriwayatkan bahwa ia pernah mendengar Syaikh Abdul Qadir berkata, “Anakku ada 49 orang, 27 diantaranya adalah pria dan lainnya wanita.”
Al-Jaba’i meriwayatkan, Syaikh Abdul Qadir berkata, “Jika anakku lahir, aku mengulurkan tangan mengendongnya seraya berkata, “ini adalah mayit”. Kemudian aku mengeluarkannya dari hatiku. Sehinga apabila ia meninggal maka hal tersebut tidak mempengaruhiku “. Al-Jaba’i meriwayatkan juga bahwa anaknya baik pria maupun wanita ada yang meninggal pada saat beliau sedang mengajar, dan beliau tidak menghentikan (jadwal) pengajaran tersebut. Beliau tetap naik ke atas kursinya dan mengajar, sementara tukang memandikan mayat sedang memandikan anaknya. Setelah selesai mayat anak tersebut dibawa ke majlisnya dan beliau turun kemudian menshalatkannya.

Kedua Telapak Kakiku Ada di Punggung Setiap Wali Allah
Al-Hafid Abu Izza Abdul Mughist bin Harb Al-Baghdadi dan yang lainnya berkata ” Kita biasa hadir di majelis Syeh Abdul Qodir di ribathnya di Baghdad. Umumnya yang menghadiri majelis beliau adalah para Syaikh Iraq diantaranya ; Syaikh Alibin Hiti, Baqa bin Bathu’, Abu Sa’id Al-Qailawi, Musa bin Mahin , Abu NajibAssahrawardi, Abu karam, Abu Umar, Utsman Al Qursyi, Makarim al-Akbar, Mathar, Jaakir, Khalifah, Shidqah, Yahya Murtasyi, Ad-diya Ibrahim al-Juwaini, Abu Abdulah Muhammad al-Qazwaini, dan masih banyak lagi selanjutnya klik di siniAbu Ustman, Umar Ak-Batiahi, Qadib Al- Baan, Abul Abas Ahmad Al-Yamani, Abu Abas Ahmad Al-Qazwaini beserta muridnya Daud yang selalu melaksanakan Shalat fardhu di Makkah, Abu Abdulah Muhammad Al-Khas, Abu Umar, Ustman Al-Iraqi As-Syauki, yang konon merupakan salah seorang Rijal Ghaib ….dan lain sebagainya.
Dalam kondisi Spiritual sang Syaikh berkata “Kakiku ini ada di punggung setiap Wali”. Begitu mendengar tersebut Syeh Ali ASl-Hiti langsung bangkit dan meletakkan kaki Syeh Abdul Qodir Al-Jailani di pundaknya. Begitu pula dengan yang lain, mereka telah mengulurkan pundaknya untuk melaksanakan hal tersebut.
Syaikh Abdullah Al-Ashbahani Al-Qamari Al-Jabali berkata, “Pada suatu malam yang diterangi bulan aku mendapatkan para penghuni pegunungan Libanon sedang berkumpul kemudian terbang ke Iraq kelompok demi kelompok. Akupun bertanya kepada sahabatku yang merupakan salah seorang dari mereka tentang penyebabnya, dia menjawab, “Khidir as”, Memerintahkan kami untuk mendatangi Baghdad dan menghadap seorang Quthb.” “Siapa Quthb tersebut ?” “Syaikh Abdul Qadir ra.”, jawabnya. Kemudian aku memohon kepadanya untuk diizinkan ikut bersamanya. Shahabatku mengabulkan permohonanku dan akupun pergi bersamanya tebang di udara. Tak lama kemudian kami tiba di Baghdad dan akupun melihat para penghuni Jabal tersebut telah berbaris di hadapan sang Syaikh. Pemimpinnya memanggil sang Syaikh dengan sebutan Tuanku. Beliau memberikan perintah kepada mereka kemudian menyuruh mereka untuk kembali. Maka merekapun terbang ke tempat semula. Aku berkata kepada sahabatku, “Adab dan cepatnya kalian melaksanakan apa yang diperintahkan beliau belum pernah aku lihat sebelum ini”. “Saudaraku,” jawab sahabatku. “Bagaimana kami tidak melaksanakan perintah itu kepada orang yang berkata, “Kedua kakiku ini ada di punggung setiap wali Allah”. Kami telah diperintahkan untuk menghormati dan mentaatinya’”.

Keutamaan dan Karamah Sang Syaikh
Para ulama dan para syaikh memuji dan mengagungkannya serta sangat menjaga sopan santun ketika berada di majlisnya.
Murid Syaikh Abdul Qadir tidak terhitung banyaknya, mereka adalah orang-orang yang berbahagia di dunia dan di akhirat. Tidak seorangpun dari mereka yang meninggal dunia kecuali dalam keadaan bertobat dan 7 generasi dari murid pertamanya masuk surga.
Al-Jaba’I berkata bahwa Syaikh Abdul Qadir Al-Jailani juga berkata kepadanya, “tidur dan bangunku sudah diatur”. Pada suatu saat, dalam dadaku timbul keinginan yang kuat untuk berbicara. Begitu kuatnya sampai aku merasa tercekik jika tidak berbicara. Dan ketika berbicara, aku tidak dapat menghentikannya. Pada saat itu ada dua atau tiga orang yang mendengarkan perkataanku. Kemudian mereka mengabarkan apa yang aku ucapkan kepada orang-orang, dan merekapun berduyun-duyun mendatangiku di masjid Bab Al-Halbah. Karena tidak memungkinkan lagi, aku dipindahkan ke tengah kota dan dikelilingi dengan lampu. Orang-orang tetap datang di malam hari dan memakai lilin dan obor dan memenuhi tempat tersebut. Kemudian aku dibawa keluar kota dan ditempatkan di sebuah mushalla. Namun orang-orang tetap datang kepadaku, dengan mengendarai kuda, unta bahkan keledai dan menempati tempat disekelilingku. Saat itu hadir sekitar 70 orang para wali RadhiAllahu anhum.

Saat ada yang bertanya kepada beliau Syeh Abdul Qodir Al-Jailani RA. ” Kapan engkau mengetahui bahwa dirimu adalah wali Allah” maka beliau menjawab “ Aku berusia 10 tahun ketika melihat para malaikat berjalan di sampingku saat aku berangkat ke sekolah/ madrasah. Dan setibanya di sana para malaikat tersebut berkata “Berikan jalan bagi Wali Allah” sampai aku duduk. Pernah suatu hari seseorang lewat di hadapanku dan dia mendengar para malaikat mengatakan hal tersebut . Dia bertanya kepada salah seorang malaikat tersebut “ada apa dengan Anak kecil ini ?” Sang Malaikat berkata “Ini sudah ditakdirkan dari Baitul Asyrof (rumah paling mulia-Arsy). Beliau bekata “Anak ini akan menjadi orang besar . Dia telah diberi anugerah yang tidak dapat ditolaknya, dibukakan hijabnya, dan telah didekatkan”. Empat puluh tahun kemudian baru aku mengetahui bahwa orang tersebut adalah salah seorang Abdal pada saat itu.

Diriwayatkan dari Syaikh Abdullah An-Najjar bahwasanya Syaikh Abdul Qadir Al-Jailani pernah berkata saat dilanda berbagai cobaan yang berat, “Jika banyak cobaan yang menimpa diriku, aku berbaring di atas tanah dan berkata, ‘Sesungguhnya sesudah kesusahan ada kemudahan. Sesungguhnya sesudah kesusahan ada kemenangan’. Dan ketika aku bangun berbagai beban tadi telah pergi dariku”.
Saat beliau mengetahui bahwa menuntut ilmu adalah wajib hukumnya, dan merupakan obat bagi jiwa yang sakit, beliau bertekad untuk menguasainya. Maka beliau pergi kepada para imam-imam dan para Syaikh sufi untuk mempelajari ushul dan furu’ sampai beliau menguasai semua itu. Diantara guru-gurunya dalam bidang ushul dan furu’ fiqhiyah adalah Abu Wafa’ Ali bin ‘Aqiil Al Hambali, Abu Khitab Makfudz Al-Kalwadzaani Al-Hambali, Abu Hasan Muhammad bin Qadhi Abu Ya’la Muhammad bin Al-Husain bin Muhamad ibnu Fara’ Al-Hambali, Al-Qadhi Abi Sa’id- Al Mubaarok Al-Machzuumi Al Hambali. Kemudian beliau belajar adab (sastra) dari Zakariyah Yahya bin Ali At-Tabrizi.
Syaikh Abdullah Al-Jaba’I meriwayatkan bahwa Syaikh Abdul Qadir bercerita kepadanya, “suatu ketika timbul keinginan yang kuat dalam hatiku untuk keluar dari Baghdad karena suburnya fitnah yang tumbuh. Akupun mengambil catatankku dan menggantungkannya di pundakku kemudian menuju Bab Al-Halbah untuk meninggalkan Baghdad menuju padang pasir. Tiba-tiba aku mendengar sebuah suara berkata kepadaku, “mau ke manakah engkau ?”. Dan sebuah dorongan yang membuatku terjatuh. Kemudian suara itu kembali berkata, “kembali, orang-orang akan mendapatkan manfaat dari keberadaanmu “. “apa peduliku dengan makhluk lain , aku keluar demi keselamatan agamaku” jawabku. Suara tersebut kembali berkata, “kembaliilah dan engkau akan mendapatkan keselamatan agamamu”‘.
Syaikh Abu Abbas Al-khidir Al-Huasini Al-Moushuli bercerita, “pada suatu hari aku menyaksikan khalifah Al-Mustanjid Billah Abu Mudzafar Yusuf bin Abu Abdullah Muhammad Al-Abbasi mendatangi Syaikh Abdul Qadir”.
“ku ingin sesuatu dari karamah”. Pintanya kepada sang Syaikh
“Apa yang engkau inginkan ?”. Tanya beliau.
“Aku menginginkan sebuah apel yang datang dari alam ghaib.” Sedangkan pada saat itu bukanlah musim apel. Syaikh Abdul Qadir mengulurkan tangannya ke udara dan tiba-tiba di dalam tangannya terdapat dua buah apel. Salah satu dari kedua buah apel tersebut diberikan kepada khalifah. Kemudian beliau membelah apel yang ada di tangnnya maka tampaklah daging buah yang putih segar dan berbau harum. Sang khalifah juga melakukan hal yang sama terhadap apel yang diberikan kepadanya, ternyata yang keluar dari daging buah tersebut adalah cacing dan berbau busuk.
“Apa maksudnya ini?” Tanya khalifah.
“Apel yang ada di tanganmu itu dipegang oleh tangan orang yang zalim oleh karena itu sebagaimana yang engkau saksikan, yang keluar adalah cacing. Sedangkan yang ini dipegang oleh tangan kewalian sehingga yang keluar adalah yang baik”.
Syaikh Abu Su’ud Al-Harimi meriwayatkan pada suatu hari di tahun 521 H Abu Mudzafar Al-Hasan bin Na’im seorang pedagang datang menghadap Syaikh Hammad Ad-Dabbas dan berkata, “Aku telah menyiapkan sebuah kafilah yang membawa barang dagangan senilai 700 dinar untuk berangkat ke Syam.”
“Jika engkau berangkat pada tahun ini maka engkau akan terbunah dan semua hartamu akan dirampas”. Kata sang Syaikh.
Si pedagang itupun pulang dengan perasaan sedih. di tengah perjalanan ia bertemu Syaikh Abdul Qadir –yang ketika itu umurnya masih muda- dan menceritakan apa yang dikatakan Syaikh Hammad kepadanya. Syaikh Abdul Qadir berkata kepadanya, “Berangkatlah pada tahun ini engkau akan pergi dan pulang dengan selamat dan mendapatkan keuntungan yang besar. Akulah yang menjadi jaminannya”.
Pedagang tersebut pun pergi ke Syam. Di sana barangnya laku seharga 1000 dinar. Ketika hendak pulang, ia pergi ke kamar kecil (hendak membuang hajat) di tempat pemandian umum. Ia meletakkan uangnya di atas kamar kecil dan lupa untuk membawanya kembali. Tak lama kemudian, ia diserang rasa kantuk dan tertidur. Di dalam tidurnya ia melihat seolah-olah ia sedang berada di dalam rombongan kafilah. Tiba-tiba datanglah perampok menyerang kafilah tersebut dan membunuh semua orang yang ada di dalam kafilah itu. Dia melihat dirinya ditebas pedang di padang pasir. Saat itulah ia terbangun dengan nafas terengah-engah dan mendapatkan bekas darah dan rasa sakit akibat tebasan pedang di lehernya. Dia kemudian ingat uangnya yang tertinggal di kamar kecil. Maka kembalilah ia kesana dan mendapati uangnya masih utuh tetap berada di tempat.
Setelah mengambil uang tersebut ia kembali ke Baghdad. Di dalam hati ia berkata, “Jika aku menghadap Syaikh Hammad terlebih dahulu, maka beliau yang lebih tua. Jika aku menghdap Syaikh Abdul Qadir sesungguhnya perkataan beliaulah yang benar.” Dia memutuskan untuk menemui Syaikh Hammad terlebih dahulu. Sesampai di pasar Sulthan, ia bertemu dengan Syaikh Hammad Ad-Dabbas dan Syaikh Hammad langsung berkata kepadanya, “Temuilah Syaikh Abdul Qadir terlebih dahulu. Dia adalah orang dicintai Allah. 17 kali dia mendoakan dirimu memohon kepada Allah sehingga Allah menjadikan terbunuhnya engkau hanya diganti dalam keadaan mimpi, dan hilangnya hartamu yang disebabkan oleh kesilapanmu juga hanya terjadi di dalam mimpi”.
Kemudian ia mendatangi Syaikh Abdul Qadir. Sebelum ia mengucapkan sesuatu, Syaikh Abdul Qadir berkata kepadanya terlebih dahulu, “Syaikh Hammad telah berkata kepadamu bahwa aku memohonkan engkau kepada Allah sebanyak tujuh belas kali. Demi keagungan Allah, sesungguhnya aku memohonkan engkau kepada Allah tujuh belas kali, kemudian tujuh belas kali, kemudian tujuh belas kali, sampai semuanya berjumlah tujuh puluh kali sehingga Allah menjadikan semua yang ditakdirkan-Nya terjadi atas dirimu di alam nyata, (terbunuh dan kehilangan harta) –hanya terjadi didalam mimpi.

Tausiyah I
Berkenaan dengan fiqh Syaikh Abdul Qadir berkata, “tafaqquh (jadilah seorang yang ahli dalam masalah keagamaan), baru berkontemplasi / khalwat / uzlah. Barang siapa yang beribadah kepada Allah tanpa pengetahuan agama maka kerusakan baginya adalah lebih besar dari pada kemaslahatan.
Ambilah lampu syari’at Tuhanmu dalam melakukan apa yang engkau ketahui maka Dia akan mewariskan kepadamu ilmu dan sesuatu yang tidak engkau ketahui yang memutuskan sebab darimu. Pisahkanlah dirimu dari orang-orang dan dari tidur, maka Dia akan menganugerahi kezuhudan dalam hatimu.
Orang-orang akan melihat kulitmu dan adabmu . jadilah orang yang memutuskan segala sesuatu kecuali Dia, memisahkan diri dari yang lain dan sebab akibat, karena khawatir akan padamnya lampumu. Berkontemplasilah (uzlah) 40 hari untuk Tuhanmu maka sumber hikmah dalam kalbumu akan terpancar dari lidahmu. Saat itulah ia akan melihat api Al-Haq SWT, sebagaimana Musa melihatnya. Dia akan melihat api dari pohon hatinya berkata kepada dirinya sendiri, kepada hawa nafsunya, setannya, karakternya, dan sebab akibat serta eksistensinya, “tinggalah kamu di sini, sesungguhnya aku melihat api .. (Thaha :10). Yang membisikkan di dalam hati, Aku adalah Tuhanmu, sembahlah Aku. Jangan engkau merendahkan diri kepada selain Aku. Jangan engkau menggantungkan diri selain Aku. Kenalilah Aku dan acuhkan yang lain. Gapailah Aku dan putuskanlah hubungan dengan selain Aku. Mintalah kepadaKu dan acuhkan yang lain. Datanglah ke ilmu-Ku ke dekat-Ku, kerajaan dan kesultanan-Ku”.

Setelah pertemuan tersebut selesai, terjadilah apa yang seharusnya terjadi yaitu Dia SWT telah berfirman kepada hamba-Nya, “Hijab telah disingkapkan, kekeruhan telah dihilangkan, jiwa telah ditenangkan dan nafsu telah melemah”. Kemudian datanglah sebuah perintah, “Pergilah kepada Fir’aun. Wahai kalbu, kembalilah engkau kepada hawa nafsu dan setan lalu bimbing mereka kepada-Ku, tunjuki mereka jalan kepada-Ku. Katakan kepada mereka, “Ikuti aku, akan aku tunjukkan kepada kalian jalan yang benar”. Dia akan selalu berada dalam kondisi tersambung (wushul), kemudian terputus, tersambung lagi dan terputus kembali, baru kemudian terus bersambung (wushul).
Berkenaan dengan Ismullah Al-A’dham beliau Syaikh Abdul Qadir berkata, “Ismullah Al- A’dham adalah (kata / lafadz) Allah. Hanya saja kata tersebut akan menimbulkan efek apabila engkau mengatakannya dengan hati yang kosong dari segala sesuatu selain Allah. Kata Bismilah yang keluar dari para ‘arif setara dengan kata kun (jadilah) dari Allah. Kata ini (Lafadz Allah) menghilangkan kesedihan, menyingkirkan penderitaan, menghilangkan kesakitan, cahaya kata ini melingkupi. Allah SWT mengungguli segalanya, menampakkan keajaiban-keajaiban, kekuatanNya tinggi tak terukur. Allah merupakan pengawas para hamba, pemantau hati, Maha Kuasa dan Maha Memaksa (Qaahir Jabaarah) Yang Maha Megetahui yang tersembunyi maupun tang tampak, tidak ada yang tersembunyi dari-Nya.
Barang siapa yang menyerahkan hidupnya untuk Allah SWT maka ia berada dalam penjagaan Allah. Barang siapa yang mencintai Allah, maka hanya Allah yang tampak dalam pandangannya. Barang siapa yang meniti jalan Allah maka ia akan sampai kepada Allah, dan siapa saja yang dapat mencapai Allah maka ia akan hidup dalam asuhan Allah (Kanfillah) . Barang siapa yang merindukan Allah akan terus bersama Allah. Barang siapa yang meninggalkan keramaian, menghabiskan waktunya bersama Allah maka ia sedang mengetuk pintu pintu Allah, mencari perlindungan kepada Allah dan bertawakal kepada Allah.
Allah berfirman, “Wahai para penyeleweng, kembalilah kepada Allah. Semua ini (hasil mereka) yang memperhatikan namaKu di daarul fana’ (dunia) , apalagi nanti di daarul baqa’ (akhirat) . Jika semua ini terjadi di daarul mihnah (tempat penuh cobaan) apalagi nanti di daarul ni’mah (tempat yang penuh ni’mat). Ini namaKu dan engkau telah mencapai depan pintuKu, bagaimana jika hijab aku singkapkan untukmu. Ini hanyalah namaKu dan engkau telah terpanggil. Bagaimana jika ditampakkan di hadapanmu mereka yang berada dalam kondisi musyahadah (penyaksian) dan laut pertemuan ditampakkan di hadapan mereka.”
Seorang pecinta bagaikan seekor burung. Dia tidak akan tidur di pohon namun menyenandungkan yang dicintainya, dihembuskan kedekatan dalam dada mereka sehingga mereka rindu Tuhan mereka.
Ingatlah Aku (ALLAH) dengan kepasrahan dan penyerahan diri maka Aku akan mengingat kalian dengan pilihan terbaik. Penjelasannya adalah firman Allah,”Barang siapa yang bertawakal kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar”. Ingatlah Aku dengan kerinduan dan kecintaan maka Aku akan mengingat kalian dengan keterhubungan (al-washl) dan kedekatan (al-qurbah) . Ingatlah Aku dengan penuh kesyukuran dan pujian maka Aku akan mengingat kalian dengan balasan dan pahala. Ingatlah Aku dengan permohonan ampunan maka Aku akan mengingat kalian dengan ampunan. Ingatlah aku dengan do’a (permohonan) maka Aku akan mengingat kalian dengan pemberian (anugerah). Ingatlah Aku dengan permintaan maka Aku akan mengingat kalian dengan pengabulan. Ingatlah Aku dengan tanpa pernah lupa maka Aku akan mengningat kalian tanpa putus. Ingatlah Aku dengan kesedihan maka Aku akan mengingat kalian dengan kemuliaan. Ingatlah Aku dengan hasrat maka Aku akan mengingat kalian dengan kemanfaatan. Ingatlah Aku dengan tanashul maka Aku akan mengingat kalian dengan tafadhul. Ingatlah Aku dengan ikhlas maka Aku akan mengingat kalian dengan keselamatan (khalas). Ingatlah Aku dengan hati maka Aku akan mengingat kalian dengan menyingkirkan kesedihan. Ingatlah Aku dengan lidah maka Aku akan mengingat kalian dengan keamanan. Ingatlah Aku dengan penyerahan diri maka Aku akan mengingat kalian dengan kemudahan. Ingatlah Aku dengan permohonan maaf maka Aku akan mengingat kalian dengan rahmat dan ampunan. Ingatlah Aku dengan iman maka Aku akan mengingat kalian dengan surga. Ingatlah Aku dengan Islam maka Aku akan mengingat kalian dengan kemuliaan. Ingatlah Aku dengan hati maka Aku akan mengingat kalian dengan penyingkapan tabir / hijab. Ingatlah Aku dengan ingatan yang fana maka Aku akan mengingat kalian dengan ingatan yang abadi. Ingatlah Aku dengan merendahkan diri maka Aku akan mengingat kalian dengan keterhubungan. Ingatlah Aku dengan kehinaan maka Aku akan mengingat kalian dengan pengampunan terhadap penyelewengan. Ingatlah Aku dengan ketulusan hati maka Aku akan mengingat kalian dengan penghapusan rasa benci. Ingatlah Aku dengan kemurnian rahasia /sirr maka Aku akan mengingat kalian dengan pelepasan kebaikan. Ingatlah Aku dengan kesungguhan maka Aku akan mengingat kalian dengan rizki. Ingatlah Aku dengan ketulusan jiwa maka Aku akan mengingat kalian dengan kemurnian. Ingatlah Aku dengan pengagungan maka Aku akan mengingat kalian dengan penghormatan. Ingatlah Aku dengan banyaknya nikmat maka Aku akan mengingat kalian dengan kesuksesan dan kehormatan. Ingatlah Aku dengan kelemah-lembutan maka Aku akan mengingat kalian dengan pemenuhan kebutuhan. Ingatlah Aku dengan tidak melakukan kesalahan maka Aku akan mengingat kalian dengan berbagai anugerah. Ingatlah Aku dengan syukur terhadap ni’mat maka Aku akan mengingat kalian dengan penyempurnaan kenikmatan. Ingatlah Aku dimana kalian berada maka Aku akan mengingat kalian dari tempat Aku berada.

Tausiyah II
Berkenaan dengan manusia, Syaikh Abdul Qadir berkata, “betapa menakjubkan manusia, dan betapa indah hikmah Sang Pencipta. Jika saja ia tidak mengikuti hawa nafsunya maka ia akan memerintah dengan akal. Jika bukan karena kerumitan karakternya maka ia akan dibanjiri berbagai makna. Dia adalah peti besi tempat menyimpan berbagai rahasia kegaiban, dia juga merupakan wadah cahaya sekaligus kegelapan yang menakutkan. Dia yang roh di dalamnya ditabiri dengan bentuk dari berbagai sumber ajaib yang keindahan dalam setiap unsurnya ditampakkan di depan malaikat”.
Firman Allah Ta’ala, “Telah Kami muliakan anak cucu Adam (dalam majelis tersebut) .. dan Kami istimewakan mereka (dengan akal)”.
Ini merupakan isyarat bahwa manusia berasal dari Allah, Sang Maha Mengetahui yang tampak dan yang tersembunyi. Setiap karang Ilahi yang berada di atas perahu Al-Ilm membawa mutiara arwah dari lautan hakikat untuk menyempurnakan pancaran Nuur AL-Yaqin. Kapal tersebut berlayar dengan tiupan angin roh ke medan pertarungan. Sang Sultan (akal) yang terdapat di dalamnya bangkit, saling berhadapan dan saling serang dengan sultan Hawa di medan dadanya. Pada saat itu nafsu merupakan tentara khusus bagi sultan hawa dan roh adalah tentara elit Sultan akal. Kemudian terdengarlah teriakan, “Wahai kuda Allah berlarilah dan bala tentara Allah munculah, serta majulah kemari wahai sultan hawa.” Semua menginginkan kemenangan partainya dan semua menginginkan kekalahan lawannya”.
Pada saat itu taufiq (pandangan baik Allah) dengan Mata pengawasan-Nya terhadap para wali- berkata kepada kedua belah pihak atas nama Allah, “Barang siapa yang aku dukung, maka kemenangan baginya. Dan barang siapa yang aku tolong, maka kebahagiaan di dunia dan akhirat baginya. Kemudian aku tidak akan berpisah dengan siapapun yang aku dampingi sampai ia duduk di kursi Ash-Shidq “.
Saudaraku, ikuti akalmu maka ia akan membawamu mencapai ujung kebahagiaan besar. Dan jauhilah hawa dan nafsumu maka engkau akan melihat keajaiban kegaiban roh samawi dan pada saat itu fisikmu akan terbang, melayang dengan sayap inayah (pertolongan) dari sarang empuknya ke pohon “yang tinggi”. Membuat sarang di dalam AL-Qarb (kedekatan) dan mencicitkan kerinduan dan membisikkan kebahagiaan serata mengambil permata hakikat dari punggung Al-Ma’arif, meninggalkan sarang sebelumnya di kegelapan eksistensinya.
Jika engkau telah luruh dari dunia, maka yang tersisa hanyalah rahasia-rahasia hati. Saat itu apabila Dia melihat ke dalam harimu, didapatinya hatimu bak ‘arsy-Nya . kemudian Ia simpan di dalamnya realitas – realitas / hakikat semua ilmu dan Ia jadikan hati tersebut sebagai wadah pengetahuan. Saat itulah engkau akan melihat dengan hatimu keindahan azazli, menepiskan semua yang disifati dengan al-Huduts (sesuatu yang baru). Mata hatimu akan bertemu dengan orang-orang alam malakut dalam cermin kedekatan. Dengan mata bathinmu engkau akan melihat berbagai penyingkapan tentang realitas ayat-ayat (kauniyah). Dengan demikian efek dari tanda-tanda kauniyah hilang dari lembar perhatianmu.
Akal yag telah tercerahkan ini bagaikan bintang terang di kegelapan. Pikiran yang bersih merupakan indikasi pemilik pengetahuan. Dan inayah yang disebutkan tadi menyingkapkan eksistensi keyakinan yang merupakan tirai keraguanmu apabila engkau dipenuhi prasangka. Sedangkan iradah / hasrat yang disebutkan setelahnya akan memotong pikiran bathil dengan tangan Al-Haq dalam keterbatasan dalil.
Syaikh Abdul Qadir berkata, “Saudara, hendaknya kalian bersungguh-sungguh dan memurnikan jiwa. Tanpa keduanya, manusia tidak akan dapat mendekatkan diri kepada-Nya.
Saudara, apabila keikhlasan dipukulkan ke dalam ruang hatimu dengan tongkat Musa, maka akan terpancar darinya sumber kearifan hikmah. Dengan sayap keikhlasan seorang arif akan terbang dari kegelapan kepada cahaya Al-quds yang luas kemudian turun di tempat yang diperuntukkan bagi As-Shidq.
Tidak akan memancar cahaya keyakinan dari dalam hati seorang hamba kecuali dipancarkan pula cahaya kewalian dari wajah lahiriyahnya, namanya diseru oleh para malaikat di alam tinggi (malakut al-a’la) dan dihari qiyamat dimasukkan ke dalam golongan ash-shiddiqiin.
Penentanganmu terhadap syahwat diri merupakan bentuk pemisahan (tajrid), bahkan pengesaan Allah. Perbuatan tersebut memancarkan sinar kerinduan-Nya ke dalam hati setiap ‘arif hingga hati tersebut tidak lagi dapat menyerap kenikmatan selain-Nya. Perbuatan tersebut pula yang terus menggelorakan hati hingga sampai ke lembah cinta-Nya. Dan jalan kepada Allah tidak akan dapat ditempuh kecuali dengan tambahan kesungguhan. Kebersamaan dengan-Nya tidak akan dapat dicapai kecuali dengan menghancurkan harta dan menjauhi manusia demi akhirat. Tidak akan mencapai kondisi tersebut kecuali dengan menguasai dunia dan isinya. Sebuah pandangan-Nya kepadamu sudah cukup agar engkau meninggalkan semua yang ada. Sebuah lirikan-Nya kepadamu sudah berarti banyak agar engkau meninggalkan dunia. Wahai fulan jika hatimu telah bersih , engkau akan melaksanakan perintah Allah. Jika engkau melihat ke dalam fikiran para ‘arif, maka engkau akan menemukan cahaya Penciptanya memancar dari sirr mereka.
Ketahuilah, para wali setara dengan golongan istimewa para sulthan, orang-orang ‘arif bagaikan orang-orang kepercayaan para Raja. Dan sesudah seorang wali mengalami manisnya penyaksian, maka ia sudah berhak mengalami pahitnya kondisi budala’ (transofrmasi).
Wahai anakku, mata orang-orang istimewa tidak akan memandang dunia dan tidak akan tertipu oleh gemerlapnya. Mereka memahami firman Sang Kekasih, “Dan kehidupan dunia ini tidak lain adalah kesenangan yang menipu”.
Anakku, setan akan masuk ke dalam hati melalui berulangnya kelezatan dan akan menyeberang ke dada melalui pelampiasan syahwat kemudian ia akan mengecoh hamba dengan mengejar dunia.
Beruntunglah mereka yang sadar dari terlelapnya akal, yang menjernihkan kondisi spiritualnya dengan mengejar kedekatan dengan Tuhannya, dan dengan beradab pergi ke Sang Maha Menghitung, dan berlomba-lomba berjalan menuju akhirat serta mengintrospeksi apa yang seharusnya ditingalkan dalam dirinya. Karena sesunguhnya dunia adalah tempat persinggahan sementara, dan kiyamat semakin dekat.
Kemudian Syaikh Abdul Qadir berkata :
Ketika kita yakin disingkapkan bagi kita tirai, Dan jika bukan karena perkataan jujur, Tidak akan terangkat hijab. Syaikh Abdul Wahab meriwayatkan, “suatu ketika ayahku (Syaikh Abdul Qadir) menderita sakit yang amat parah. Kami sudah berkumpul di sekelilingnya, menangis. Saat itu beliau sedang tidak sadarkan diri. Kemudian beliau sadar dan berkata, “Jangan menangis karena aku tidak akan mati karena Yahya masih ada di tulang belakangku dan aku harus mengeluarkannya ke dunia”, Waktu itu kami mengira ucapannya itu dikarenakan sakitnya. Beberapa waktu kemudian beliau sembuh dan mengawini seorang Habsyi yang kemudian melahirkan Yahya (anak bungsu beliau). Dan baru meninggal dunia lama setelah kejadian tersebut”.
“Luruhlah dari makhluk dengan hukum Allah, dari hawa nafsumu dengan perintah Allah dan dari keinginanmu dengan perbuatan Allah. Saat itu engkau telah menjadi wadah bagi ‘ilm Allah”.
Kemudian indikasi keluruhanmu dari makhluk adalah putusnya engkau dari mereka dan berhenti berharap dengan apa yang ada di tangan mereka. Sedangkan indikasi keluruhanmu dari dirimu dan hawa nafusmu adalah ketidak tergantunganmu kepada sebab dalam mendapatkan manfaat dan menolak bahaya. Semua yang ada pada dirimu tidak bergerak olehmu , tidak bersandar kepada apa yang engkau miliki dan menyerah kepada nafsumu tetapi menyerahkan semua itu kepada Allah yang lebih baik untuk mengaturnya.
Tanda keluruhanmu dari hasrat adalah hanya Allah yang engkau inginkan. Bahkan perbuatan Allah mengalir dalam dirimu saat anggota tubuhmu diam tak bergerak, rohmu tenang, dadamu lapang, dan ketidak-butuhanmu kepada segala sesuatu. Engkau dibolak-balik oleh tangan takdir, dipanggil oleh lisan Al-Azal..(keabadian), diajari oleh Tuhan sekalian alam. Dia dipakaikan kepada dirimu dari cahayaNya, dianugerahinya engkau kedudukan para ahli ilmu terdahulu. Maka engkau akan selalu lebur, tidak ada hasrat dalam dirimu kecuali kehendak (iradah) Allah. Saat itulah engkau dilekatkan kepadamu penciptaan dan ke-supranatural-an, sehingga di level lahiriah semua itu terlihat berasal dari dirimu, padahal hakikatnya (dalam pengetahuanmu) hal tersebut berasal dari perbuatan Allah. Ini adalah permulaan yang lain. Dan saat engkau menemukan iradah dalam dirimu semakin membesar, maka engkau telah mencapai kebersamaan(wushul) bersama Ilahi.
“Jadi, fana memiliki batas sekaligus tujuan, yaitu apabila yang tersisa hanya Allah seperti sebelum Ia menciptakan makhluk. Inilah kondisi keluruhan (fana’). Apabila engkau mati dari makhluk, akan dikatakan kepadamu “Rahimakumullah”, apabila engkau mati dari keinginan diri, maka akan dikatakan kepadamu “Rahimakumullah wa Ahyaa” (Semoga Allah merahmatimu dan menghidupkanmu). Ketika itulah engkau akan hidup dalam kehidupan tanpa kematian sesudahnya., kekayaan tanpa pernah miskin, pemberian tanpa pernah putus, pintar tanpa kebodohan, keamanan tanpa disusuli rasa takut, kebahagiaan tanpa kesedihan, kemuliaan tanpa kehinaan, kedekatan tanpa merasa jauh, keagungan tanpa kehinaan, kemurnian tanpa kekotoran.

Do’a – doa Sheikh Abdul Qodir Jaelani
Syaikh Abdul Wahab dan Syaikh Abd Rahman berkisah, “perkataan yang biasa beliau pergunakan dalam majlisnya adalah, ‘Alhambulillahir Robbil Aalamiin, Alhamdulullahi Rabbil Aalamiin, Alhamdulillahi Rabbil Alamiin sebanyak ciptaanNya dan seberat ‘arsyNya, seberat keridhaan diriNya, sebanyak kalamNya dan puncak pengetahuanNya dan semua yang Engkau kehendaki. Aku bersaksi bahwa tdak ada Tuhan selain Allah, pemilik kerajaan dan pemilik pujian, Yang menghidupkan dan mematikan. Dia Maha Hidup dan tidak pernah mati. Di tanganNya segala kebajikan dan Dia berkuasa atas segala sesuatu. Tidak ada pembantu, tidak ada menteri, tidak ada penolong. Maha tunggal Dia yang tidak beranak maupun diperanakkan, tidak memiliki bentuk fisik yang dapat dipercantik, tidak ada esensi yang dapat dipercantik, tidak pula memiliki ‘ardh, sehingga ketidak sempurnaan dapat dinisbatkan kepadaNya. Dia tidak memiliki menteri dan tidak pula memiliki sekutu yang ke-Agungannya setara denganNya atau ikut ambil bagian terhadap apa yang diciptakanNya. Tidak ada yang sama denganNya dan Dia Maha Mendengar.
Dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah utusanNya, kekasihNya yang dipilihNya dari makhluk-makhlukNya, dan yang telah mengutus RasulNya dengan membawa petunjuk (Al-Qur’an) dan agama yang benar untuk dimenangkanNya atas segala agama, walaupun orang-orang musyrik tidak menyukai.
Ya Allah Limpahkanlah ridhoMu kepada Imam Abu Bakar Ash-Shidiq yang panjinya berkibar tinggi, yang dikokohkan dengan hakikat, ditempatkan di posisi khalifah sang Pengasih, yang berasal dari keluarga terhormat, yang namanya digandengkan dengan nama beliau SAW dan juga kepada Imam Abi Haffash Umar bin Khatab yang sedikit berkhayal banyak beramal, tidak kenal takut, yang keputusannya disetujui oleh Al-Qur’an dan Sunah. Dan kepada Imam Dzun-Nurain Abu Amru Utsman bin Affan serta kepada Pahlawan dan suami perawan suci, sepupu Rasulullah SAW, si pedang Allah yang terhunus, pendobrak pintu dan penghancur laskar, Imam dan ulama agama, hakim syar’i yang ditampakkan keajaiban darinya imam Abi Hasanain Ali bin Abi Thalib, juga kepada kedua Syahid agung Hasan dan Husain, serta kepada kedua paman yang mulia Hamzah dan Abas dan kepada para muhajir dan anshar serta para tabi’in dan tabi’i-tabi’in hingga hari qiyamat ya Tuhan Sekalian alam.
Ya Allah luruskanlah para Imam dan pemimpin rakyat, satukan kalbu mereka dalam kebaikan, jauhkan kejelekan dari mereka. Ya Allah Engkau lebih mengetahui apa yang tersembunyi dalam hati kami maka luruskanlah ia. Engkau Maha Mengetahui dosa-dosa kami, maka ampunilah kami. Engkau Maha Mengetahui aib-aib kami, maka tabirilah semua itu. Engkau Maha Mengetahui kebutuhan kami, maka penuhilah semua itu. Jangan tunjukkan kami yang Engkau larang dan jangan Engkau jadikan kami lalai melaksanakan perintahMu. Muliakanlah kami dengan ketaatan kepadaMu dan jangan hinakan kami dengan kemaksiyatan. Sibukkan kami hanya untukMu. Potong semua yang memutuskan kami dariMu. Dan ilhami kami untuk selalu mengingatmu, bersyukur kapadaMu dan beribadah kepadaMu.
Kemudian beliau mengangkat kedua tangannya hingga sejajar dengan wajahnya dan berkata, “Tiada Tuhan selain Allah, apa yang Ia kehendaki jadi, dan apa yang tidak Ia kehendaki tidak akan terwujud. Maha Kuasa Allah, tidak ada daya dan kekuatan kecuai dari Allah Yang Maha Tinggi lagi Maha Agung. Ya Allah jangan hidupkan kami dalam kelalaian dan jangan Engkau anggap ketidak sengajaan kami. Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. Ia mendapat pahala dari kebaikan yang dilakukannya dan ia mendapat siksa dari kejahatan yang dilakukannya. (Mereka berdoa) : Ya Tuhan kami jangan Engkau hukum kami jika kami lupa atau kami bersalah. Ya Tuhan kami, jangan Engkau bebankan kami beban yang berat sebagaimana Engkau bebankan kepada orang-orang yang sebelum kami. Ya Tuhan kami, jangan Engkau pikulkan kami apa yang tidak sanggup kami pikul. Beri maafMu untuk kami, ampunilah kami, dan rahmatilah kami. Engkau penolong kami, maka tolonglah kami terhadap kaum yang kafir”.

Tausiyah III
Diriwayatkan ketika sang Syaikh bangkit dari majlisnya dan mendapati mereka yang tidak beriman dan tidak bertobat beliau berkata, “Hai Fulan, kami menyerumu dan engkau tidak menjawab, kami telah melarangmu namun engkau tidak peduli, kami telah mendorongmu namun engkau tidak bergeming, kami telah tampar engkau namun engkau tidak merasa malu, telah kami singkapkan kepadamu bahwa engkau mengetahui dan kami memperhatikanmu. Bulan berganti tahun kami biarkan engkau dan kefajiranmu yang makin bertambah. Wahai Fulan jika engkau telah mengingkari janji dan sumpah dan kembali kepada kekafiran setelah engkau berjanji kepada kami tidak akan kembali dan setelah kami peringatkan engkau untuk berjalan lurus, dan engkau mengetahui bahwa perlindungan kami terhadapmu tidak abadi, bagaimana dirimu jika kami menolak, mengusir dan tidak menginginkan dirimu serta tidak lagi memperingatkanmu dan menerima pertobatanmu”.
“Bukankah engkau mengetahui bahwa engkau datang ke pintu kami dengan penuh rasa rendah diri dan berdiri di depan pintu kami dengan kepala tertunduk, mengapa sekarang engkau berpaling dari kami. Betapa ajaibnya orang yang menyatakan cinta kepada kami namun tidak memberikan seluruhnya, betapa ajaibnya orang yang mendapatkan cinta dari kami atau air minum dari keakraban kami namun keluar dari golongan kami. Hai fulan, jika engkau orang yang benar maka engkau akan setuju dengan kami, jika engkau memang seorang sahabat maka engkau tidak akan berpaling. Jika engkau termasuk mereka yang mencintai kami, engkau tidak akan melukai pintu kami dan merasa senang dengan penderitaan kami. Hai fulan andai saja engkau tidak diciptakan. Dan kalaupun engkau diciptakan, andai saja engkau mengetahui mengapa engkau diciptakan hai orang yang tidur, bangunlah buka matamu dan lihatlah ke depan bala tentara azab telah mendatangimu dan kalau bukan karena keMaha Kelembutan Allah niscaya azab tersebut benar-benar telah di timbulkan kepadamu. Wahai yang pergi, yang beralih dan yang tergelincir perbaikilah jalanmu. Engkau berjalan seribu tahun untuk mendengarkan sebuah kalimat dariku wahai saudaraku, jangan engkau tertipu dengan panjangnya umur, kekayaan dan jabatan karena diantara pergantian siang dan malam terdapat berbagai hal ajaib dan peristiwa aneh. Berapa banyak orang sepertimu yang dihancurkan dunia sebelum ini. Berhati-hatilah engkau karena ia (dunia) telah menghunus pedangnya untuk menghabisimu. Semua itu pengkhianatan dan apabila ada kesempatan maka ia akan mempermalukanmu. Berapa banyak orang sepertimu yang dicengkeram dengan cakarnya yang bersinar, di luaskan dunia untuknya sehingga setiap perintahnya diikuti, sumpahnya didengar dan keinginan dan hawa nafsunya diikuti. Baru setelah itu diberikan kepadanya sebuah cangkir berisi racun yang memabukkan, tidak ada yang dirasakannya kecuali kehancuran. Dia akan menangis darah karena simpanan amalnya musnah”.
Syaikh Abdul Qadir berkata tentang amal shaleh, “Barang siapa yang mengerjakan sesuatu untuk Tuannya dengan kesungguhan, kemurnian jiwa dan ketaqwaan maka dia akan mengacuhkan selain Dia. Hai orang-orang, berhati-hatilah kalian untuk meminta apa yang tidak pantas untuk kalian. Bertauhid-lah kalian dan jangan menyekutukan Allah. Berhati-hatilah kalian terkena panah taqdir yang mematikan kalian, bukan hanya melukai. Barang siapa yang berpaling karena Allah maka Allah akan menjaga di belakangmu”.
“Saudara sekalian, ketahuilah bahwa kalian belum dikatakan mengalir bersama taqdir kecuali apabila kalian telah menerima kehancuran. Dan sesungguhnya Dia tidak hanya memilih hati tapi juga nafs-nya. Dan menjadikannya seperti anjing ashabul kahfi yang duduk mengawasi di muka gua. Kemudian Dia memanggil, “hai jiwa tenang kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridhai-Nya”. Saat itulah hati masuk ke hadirat Allah dan menjadi ka’bah untuk pandangan Allah. Dia sibakkan keagungan kerajaannya, Dia keluarkan semua gelar lalu menyerahkan dan mewariskan semua itu kepada hati tersebut. Saat itu sang hati akan mendengarkan sebuah seruan dari sang Maha Tinggi “Hai hambaku, semua hambaku. Engkau milikku dan Aku milikmu”. Jika persahabatan tersebut berlangsung lama maka ia akan menjadi kasur bagi sang Raja, manjadi khalifah atas rakyatnya dan bendahara rahasia-Nya. Ia akan mengutusnya ke laut untuk menyelamatkan yang tenggelam dan mengutusnya ke darat untuk memberikan petunjuk pada siapa saja yang tersesat. Apabila dia melewati mayat, ia akan menghidupkannya. Apabila ia melewati seseorang pendosa, ia akan mengingatkannya (akan dosa yang telah diperbuatnya). Atau melewati seorang yang jauh maka ia akan mendekatkannya, atau apabila ia melewati seseorang yang rindu (kepada Allah) maka dia akan membahagiakannya. Seorang wali adalah pelayan Sang Badal. Dan seseorang Abdal adalah pelayan para Nabi. Dan para Nabi adalah pelayan para Rasul SAW. Seorang wali teman baik para Raja yang selalu menemani sang Raja yang menjadi teman tidur bagi sang Raja di malam hari dan selalu berada di dekatNya di siang hari. Anakku, jangan engkau ceritakan apa yang engkau lihat kepada saudara-saudaramu ‘”.

Kisah – Kisah Teladan
Al-Hafidz Abu Zar’ah Dzahir bin Dzahir AL Maqdisy ad-Daari berkisah, “Aku pernah menghadiri majlis Syaikh Abdul Qadir dan beliau berkata, “Perkataanku ini ditujukan kepada orang-orang yang datang dari balik gunung Qaf. Mereka yang kakinya menapak di udara dan hati mereka di hadapan Al-Quds. Belitan sorban dan tutup kepala mereka seakan akan terbakar karena rasa rindu kepada Tuhan mereka”. Pada saat itu putra beliau Syaikh Abdur Razaq juga dalam majlis tersebut dan duduk di depan kaki ayahnya. Kamudian beliau menegadahkan kepalanya ke langit. Beberapa saat kemudian beliau menekurkan kepalanya (pingsan_ dan sorban yang dijadikan penutup kepalanya terbakar. Sang Syaikh turun dari kursinya dan memadamkan api tersebut seraya berkata, “Dan engkau Abdur Razaq adalah salah seorang dari mereka”. Setelah itu aku bertanya kepada Syaikh Abdur Razaq tentang apa yang menyebabkan ia pingsan, beliau mengatakan, “ketika aku menengadah menatap ke udara, aku melihat orang-orang dengan api di pakaian mereka memenuhi ufuk dan sedang mendengarkan beliau. Di antara mereka ada yang duduk di udara sebagian yang lain duduk di tanah mendengarkan beliau dan yang lain terbang menyambar-nyambar di tempatnya”.
Abu Bakar Al-Kaimi dalam kitabnya meriwayatkan bahwa Syaikh Abu Bakar Al-Amri Ad-Daqaq bercerita, “Mulanya aku adalah seorang kusir unta untuk rute Makkah. Suatu ketika aku mengantarkan seseorang dari Jailan untuk menunaikan ibadah haji. Saat merasa ajalnya sudah dekat, ia berkata kepadaku, ‘ambilah jubah ini, di dalamnya ada 10 dinar. Ambil juga baju ini dan serahkanlah kepada Syaikh Abdul Qadir Al-Jilli. Mohon kepadanya untuk memohonkan rahmat kepadaku.’ Setelah itu ia meninggal dunia.
Setibanya di Baghdad, muncul niat jahat dalam hatiku, untuk menguasai semua yang diamanahkan kepadaku. Sebab, selain Allah tidak ada yang mengetahui antara aku dan orang dari Jailan tersebut.
Selama beberapa saat setelah itu aku hanya berjalan – jalan di kota Baghdad, hingga pada suatu hari aku bertemu dengan Syaikh Abdul Qadir. Aku segera mengucapkan salam dan menjabat tangan beliau. Beliau memegang tanganku dengan keras seraya berkata, “Orang miskin, hanya karena 10 dinar engkau khianati Allah dan amanah yang diberikan orang asing tersebut kepadamu dan merampokku”. Seketika aku jatuh pingsan. Dan ketika sadar, sang syaikh sudah berlalu dariku. Aku segera pulang dan mengambil emas serta baju tersebut dan kemudian pergi menemui sang Syaikh.”
Syaikh Abu Umar dan Utsman berkata, “Dalam mimpi aku melihat air sungai Isa berubah menjadi darah dan nanah. Air darah tersebut terus meninggi dan aku lari menghindar darinya. Sesampainya di rumahku, seseorang melemparkan kipas seraya berkata kepadaku, “Pegang yang kuat”. “Alat ini tidak akan kuat menahan berat badanku” jawabku. Orang itu berkata, “Imanmu yang akan menanggung berat badanmu, sekarang pegang kedua sisinya.” Ketika aku memegang kedua sisinya, aku mendapati diriku berada di atas ranjang bersama beliau. “Demi Allah siapakah anda ?” tanyaku. Beliau menjawab, ‘Aku adalah Nabimu SAW’. Kharismanya membuatku gemetar.
Kemudian aku memohon kepada beliau, “ Ya Rasulallah, doakan saya agar meninggal dalam kitab dan sunah”. “Ya” jawab Rasulullah. Kemudian beliau berkata, “Dan syaikh-mu adalah Syaikh Abdul Qadir”. Dua kali setelah itu aku ucapkan permintaan yang sama dan dua kali pula beliau menjawab dengan jawaban yang sama. Setelah itu aku bangun dan menceritakan apa yang aku lihat kepada ayahku.
Ayahku kemudian membawaku kepada Syaikh Abdul Qadir, sesampai kami di ribath, beliau sedang berceramah. Dan karena banyaknya orang kami hanya dapat duduk di barisan terakhir, jauh dari beliau. Tiba-tiba beliau berhenti dan memanggil kami. Kamipun mendekat kepada Beliau, membelah kerumunan orang hingga sampai ke kursi Beliau. Beliau berkata, “Saudara, engkau tidak akan mendatangi kami tanpa alasan”. Lalu beliau memasangkan baju dan kopiah yang beliau pakai kepadaku.
Karena baju yang beliau pasangkan kepadaku kebesaran, ayahku ingin membetulkannya. Saat itu beliau berkata, “bersabarlah sampai semua orang pergi”. Setelah semuanya bubar, dan sang Syaikh turun dari kursinya, ayahku kembali ingin membetulkan bajuku namun ayahku mendapati baju tersebut telah pas terpasang di tubuhku. Ayahku pingsan seketika dan hal tersebut menarik perhatian orang banyak. “Bawa dia kemari” Perintah sang Syaikh.
Kamipun menghadap Syaikh Abdul Qadir yang sedang berada di kubah para wali. Dinamakan demikian karena banyaknya para wali dan rijal-al ghaib- yang datang ke kubah tersebut. Beliau kemudian berkata kepada ayahku, “Bagaimana orang yang dalilnya Rasulullah SAW dan Syaikhnya Syaikh Abdul Qadir tidak memiliki karamah. “Sekarang karamah ini untukmu”. Beliau lalu mengambil kertas dan menuliskan bahwa beliau telah memakaikan jubah sufi (bai’at) kepada kami.
Abu Ridho salah seorang pelayan sang Syaikh bercerita, “Syaikh Abdul Qadir melakukan tiga kontemplasi (khalwat). Ketika keluar dari kontemplasi yang ke tiga, aku bertanya kepada beliau tentang apa yang beliau lihat dalam kontemplasinya. Beliau memandangku dengan marah lalu melantunkan sebuah syair :

Ditampakkan kepadaku Sang Kekasih tanpa hijab
Dan akupun menyaksikan berbagai hal lainnya yang tampak karena perintah-Nya
Sinar wajah-Nya menyinari segenap ufuk
Kharisma-Nya membuat aku segan menjawab-Nya dengan cintaku
Maka aku panggil Dia dengan berbisik untuk mengagungkan hal-Nya
Dan karena takut salah, tidak pernah aku meminta untuk melihat-Nya
Kupanggil Dia dengan penuh kesungguhan
Untuk menghidupkan hati yang mati
Dilekatkan kepadaku, siapa engkau dan apa maksudmu
Maknamu ada di mataku dan pikiranmu ada di dalam kalbuku
Akupun pingsan. Setelah sadar beliau memelukku dan berkata, “Jika diizinkan aku akan berbicara tentang berbagai keajaiban akan tetapi lidah dan hatiku kelu serta beku, tak dapat menggambarkannya”.

Syarif Al-Baghdadi berkata, Di sebelah rumah Syaikh Abdul Qadir terdapat seorang pria bernama Abdullah bin Nuqtah yang sedang bermain judi. Karena dia menderita kekalahan besar, semua yang dimilikinya berpindah tangan. Kemudian ia berkata, “Teruskan permainan, aku pasang tanganku” dan dia masih kalah pula. “Ulurkan tanganmu” kata lawan-lawannya. Ketika ia melihat pisau yang akan digunakan untuk memotong tangannya, dia menolak untuk melakukannya. Mereka berkata, “kalau begitu katakan !“ aku kalah”. Dia juga menolak permintaan tersebut.
Tiba-tiba Syaikh Abdul Qadir Datang ke rumahnya dan berkata, “Abdullah, ambil sajadah ini dan jangan katakan kepada mereka “aku kalah”. Kemudian beliau kembali kepada murid-muridnya dengan air mata berlinang. Saat para murid berkata kepadanya, beliau hanya berkata “Kalian akan melihatnya nanti”.
Si Abdullah mengambil sajadah tersebut kemudian kembali bermain dan akhirnya mendapatkan semua yang tadi diambil darinya. Setelah itu ia menghadap Syaikh Abdul Qadir dan bertaubat di hadapan beliau. Dia juga menyerahkan seluruh hartanya. Dia adalah yang Syaikh Abdul Qadir dikatakan, “Ibnu Nuqtah datang setelah semuanya datang dan paling cepat sampai”. Beliau adalah salah seorang khawash sang Syaikh.
Syaikh Abu Muhammad Al-Jauni berkata, “Suatu ketika aku menghadap Syaikh Abdul Qadir dalam keadaan miskin. Dan keluargaku sudah tiga hari tidak makan. Aku masuk dan mengucapkan salam untuk beliau, beliau membalas salamku dan berkata, “Jauni, lapar adalah salah satu harta dari sang Al-Haq yang tidak akan diberikanNya kecuali kepada yang Ia cintai. Apabila seorang hamba sudah tiga hari tidak makan, Dia akan berfirman, ‘Demi Aku engkau telah bersabar. Demi keagunganKu, akan Aku suapi engkau sesuap demi sesuap dan akan Aku minumkan engkau seteguk demi seteguk’. Saat aku hendak berbicara, beliau memberikan isyarat kepadaku untuk diam, dan kemudian berkata, “Apabila seorang hamba ditimpakan bencana oleh Allah kemudian ia tidak menceritakan kesusahannya kepada orang lain, maka ia akan mendapatkan dua pahala. Akan tetapi jika ia menceritakannya kepada orang lain, maka ia akan mendapatkan satu pahala.” Setelah itu beliau memintaku untuk mendekat dan memberikan sesuatu secara sembunyi-sembunyi, baru aku berniat untuk berbicara, beliau berkata, “Diam dan tidak menceritakan lebih utama dan lebih baik daripada kemiskinan’”.

Wafatnya Sheikh Abdul Qodir Jailani
Pada usia genap 91 tahun masehi beliau wafat tepatnya pada tanggal 11 Rabiul Akhir tahun 561 Hijriyah. Beliau dimakamkan di Baghdad dan maqam (kubur)nya banyak diziarahi orang-orang dari berbagai pelosok negeri. Semoga Allah SWT selalu meridhoinya dan memberi kita semua manfaat dengannya. Allahumma Amin.
Ya Allah, curahkan dan limpahkanlah keridhoan atasnya dan anugerahilah kami dengan rahasia-rahasia yang Engkau simpan padanya, Amin


No comments:

Post a Comment