Thursday, December 02, 2010

Mata Kata

Bertahun-tahun kuraut kata hingga langsing dan runcing.
Bertahun-tahun kugurat halaman buku, mabuk dan mengigau sepanjang waktu.
Bertahun-tahun mengitari panggung, menari seperti kurcaci lupa diri.
Mewarnai gugusan peristiwa dengan sejumlah cinta dan lara.
Bertahun-tahun membangun jembatan, antara satu bukit dan bukit berikutnya, dengan kata- kata. Bertahun-tahun jumawa di atas kuda kata-kata, berlari kencang tanpa menoleh lagi.
Lalu, pada sebuah tarikh muda, engkau lahir dari sunyi perigi bermata air kata, jernih dan bercahaya. Lalu engkau bangkit dari abu unggun yang menyala semalam suntuk membakar kayu kata-kata.
Mata beningmu membaca semua kata dari setiap benang sari dan udara yang mempersinggahkan pada putik, menjadikannya tunas buah. Lalu engkau memeras perih kata dari tangkai zaitun, menyulingnya menjadi tetes-tetes harum dalam bejana. Tak ada jejak pada kata-kata dari tempatmu (mungkin) pernah berguru.
Ingin kuhapus kata dari seluruh mantra yang melekat di mulutku. Ingin kuhapus kata dari jubah dan terompah yang pernah kuajak mengembara. Ingin kuhapus kata dari mimpi dan nyanyian yang bertahun-tahun memenuhi tidurku. Ingin kembali hening, menghilang dari suara, bersembunyi di balik cadar riuh rendah kata-kata. Pura-pura tak pernah mengenal kata yang bertahun-tahun meriwayatkan rahasiaku sebagai seorang kelana.
Dengan sepasang mata, kau berkata-kata. Mata sebening kaca, kaca sebening kata.
Dalam matamu, kata selalu berkaca. Mencari bayang-bayang simetri, sudut tersembunyi, runcing dan bening. Pendar cahaya matamu menyusun kata-kata yang berkaca-kaca. Kata-kata yang tidak menaruh dendam pada kaca, tempat mata memandang. Kaca yang senantiasa memantulkan kata-kata ke dalam mata.
Aku percaya: hanya dari lesung pipimu, tersenyum setiap kata
Dan matamu adalah genangan kata-kata sebening kaca

Kurnia Effendi (2007)
http://www.subrosa-poems.blogspot.com/

No comments:

Post a Comment