Sunday, August 05, 2012

hati seperti kaca


Tatkala hatimu menjadi bening seperti kaca. Akan tampak padamu bayangan didunia fana ini. Kau akan menyaksikan bayangan dan Sang Pembuatnya. Keduanya adalah hamparan permadani rohani yg sangat luas.
(Jalaluddin Rumi "MII. 72-3")

Aun bin Adillah berkata, “Hati orang yang bertaubat itu seperti kaca yang bisa terpengaruh oleh apa saja yang mengenainya. Nasihat sangat cepat masuk ke dalam hatinya. Mereka lebih dekat kepada kelembutan. Mereka mengobati hatinya dari pengaruh dosa dengan taubat. Banyak orang yang didorong oleh taubatnya menuju surga dan naik ke atasnya. Bergaullah dengan orang-orang yang suka bertaubat. Karena rahmat Allah lebih dekat kepada orang-orang yang suka bertaubat.”

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata:
"Janganlah engkau jadikan hatimu seperti busa dalam hal menampung syubhat-syubhat, maka busa tersebut menyerapnya sehingga yang keluar dari busa tadi adalah syubhat-syubhat yang diserapnya tadi, tetapi jadikanlah hatimu itu seperti kaca yang kokoh dan rapat (air tidak dapat merembes ke dalamnya) sehingga syubhat-syubhat tersebut hanya lewat di depannya dan tidak menempel di kaca, kaca tadi memandang syubhat-syubhat tersebut dengan kejernihannya dan menolaknya dengan sebab kekokohan kaca tersebut, karena kalau tidak demikian, apabila hatimu menyerap setiap syubhat yang datang kepadanya, maka hati tersebut akan menjadi tempat tinggal bagi segala syubhat."
[Miftah Daaris Sa'aadah (I/443) karya Imam Ibnul Qayyim Al-Jauziyah] 

Hati ibarat sebuah cermin yang apabila cermin itu bersih maka akan tampak padanya sifat-sifat manusia. namun, ketika cermin itu tertutup oleh debu atau bahkan telah berkarat, sedangkan tidak ada yang menggosoknya, maka ia tidak akan bisa melihat perbuatannya itu baik atau buruk. Sehingga sulit baginya tuk melakukan perbaikan, karena ia tidak tahu dan sadar akan sikap buruk yang ia lakukan.
(Imam Al Ghazali)

Imam Al Ghazali dalam kitab Ihya’ ‘ulum al-din mengajukan sebuah teori cermin, bahwa hati adalah cermin dan Allah adalah Cahaya. Cahaya hanya akan masuk pada hati yang bening dan kebeningan akan memantulkan cahaya kesekeliling. Ini sangat jauh berbeda dengan cermin yang gelap dan buram, seperti yang digambarkan dalam Al Qur’an : ” bagai gelap-gulita di laut yang dalam ” ( QS an-Nur : 40). Al Ghazali mengatakan, hati jahat seumpama asap pekat yang berkepul-kepul mengenai cermin hati dan ia senantiasa bertumpuk pada hati segumpal demi segumpal sehingga hati menjadi hitam pekat dan gelap gulita demikian akan tertutuplah hati kita (1984:25).

"Hati ibarat kaca, semakin bening, maka ia akan memancarkan rona keindahan dari apa yang ada di hadapannya. Hati yang bening dan bersih akan selalu melihat sesuatu itu indah, kalaupun pada kenyataannya tidak indah secara fisik, namun di sisi lain, ia punya nilai keindahan tersendiri, yang tidak tampak secara lahir, dan hanya dirasakan oleh hati yang bersih." (Pustaka Al-Fadhilah)

Teori cermin Al-Ghazali (dalam Hidayat, 2009:35) 
Aktivitas kemanusiaan yang tidak diterangi cahaya keilahian bagaikan orang berjalan di lorong yang gelap. Sebaliknya, orang yang sekedar percaya kepada Tuhan tanpa menumbuhkan sifat-sifat agung Tuhan di dalam dirinya bagaikan Iblis.

Hidup bersahaja, selalu saja mempesona karena cermin dari pribadi yang tak diperbudak bermegah-megah, tak ditipu oleh hawa nafsu.
(AA Gym)