Thursday, August 09, 2012

memuliakan ibu - fiddunya wal akhirah


Sorga terletak di bawah telapak kaki ibu (Al-Hadits)
Memandang dengan kasih sayang dan ramah tamah kepada ibu dan ayah, adalah ibadah (Al-Hadits)
Keridhaan Allah terletak pada keridhaan kedua orang tua. Kemurkaan-Nya juga terletak pada kemurkaan mereka (Al-Hadits)
Apabila engkau ingin Allah memanjangkan umurmu, maka bahagiakanlah kedua orang tuamu (Imam Ja'far Shiddiq)
Sejarah tidak pernah mengenal agama atau aturan apa pun yang memuliakan dan mengangkat derajat serta kedudukan perempuan sebagai seorang ibu sedemikian tinggi, selain Islam. Perintah Allah untuk berbuat baik kepada ibu datang segera setelah perintah-Nya untuk bertauhid dan menyembah-Nya.
Islam mejadikan berbakti kepada ibu sebagai salah satu pangkal pokok kebaikan dan menjadikan hak ibu lebih besar ketimbang bapak. Hak ibu lebih besar daripada bapak karena ibu menanggung beban berat saat mengandung, melahirkan, menyusui dan mendidik anak. Hal ini ditegaskan al-Qur`an dan diulanginya pada lebih dari satu surat agar para anak memerhatikan dan mencamkannya di jiwa dan hati mereka.


Firman-Nya:
Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu-bapaknya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu (QS Luqmân/31: 14).

Kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada dua orang ibu bapaknya, ibunya mengandungnya dengan susah payah, dan melahirkannya dengan susah payah (pula). Mengandungnya sampai menyapihnya adalah tiga puluh bulan (QS al-Ahqâf/46: 15).

Seorang laki-laki datang menemui Nabi Saw. dan bertanya:
“Ya Rasulullah, siapakah yang paling berhak mendapat perlakuan baikku?” 
Beliau menjawab: “Ibumu.” 
Ia bertanya lagi: “Lalu siapa?” 
Beliau menjawab: “Ibumu.”
Ia bertanya lagi: “Lalu siapa?”
Beliau menjawab: “Ibumu.” 
Ia bertanya lagi: “Lalu siapa?” 
Beliau menjawab: “Bapakmu” (HR Bukhârî).

Berbuat baik pada ibu meliputi antara lain memperlakukannya dengan baik, menghormati, merendahkan diri, menaati selain dalam maksiat, dan meminta ridhanya dalam segala urusan. Bahkan dalam berjihad, jika jihadnya fardu kifayah, haruslah atas seizin ibu. Berbakti pada ibu juga merupakan jihad.

Seorang laki-laki datang kepada Rasulullah Saw. dan berkata:
“Ya Rasulullah, aku ingin berperang. Aku datang untuk meminta nasihatmu.” 
Beliau bertanya: “Kamu masih punya ibu?” 
Ia menjawab: “Ya.” 
Beliau bersabda: “Berbaktilah kepadanya. Sesungguhnya surga berada di kedua kakinya” 
(HR al-Nasâ`î).

Beberapa ajaran pra-Islam mengabaikan posisi dan kemuliaan ibu. Lalu Islam datang dengan seperangkat ajaran yang memuliakan serta menjunjung tinggi martabat dan kedudukan ibu. Bukan hanya ibu; bibi—baik bibi dari pihak ayah maupun dari pihak ibu—pun dimuliakan Islam begitu rupa. 

Seorang laki-laki mendatangi Nabi Saw. dan berkata:
“Aku telah melakukan dosa besar. Adakah kesempatan bagiku bertobat?” 
Nabi Saw. bersabda: “Apakah kamu masih punya ibu?” 
Ia menjawab: “Tidak.” 
Nabi bertanya lagi: “Apakah kamu masih punya khâlah (bibi dari pihak ibu)?” 
Ia menjawab: “Ya.” 
Nabi bersabda: “Maka berbuat baiklah kepadanya” 
(HR. Tirmidzî).

Dalam hal ini, di antara ajaran Islam paling mengagumkan adalah bahwa Islam tetap menyuruh berbuat baik kepada ibu walaupun ia seorang musyrik. Asmâ` bint Abi Bakr bertanya kepada Nabi Saw. tentang bagaimana ia berhubungan dengan ibunya yang musyrik. 
Nabi Saw. berkata padanya:
“Ya, tetaplah berhubungan dengan ibumu” (HR Muslim).

Di antara perhatian serta penghargaan Islam terhadap ibu dan hak-haknya adalah bahwa ia menjadikan ibu lebih berhak atas pengasuhan anak-anaknya daripada ayah. 
Seorang perempuan berkata kepada Rasulullah Saw.:
“Ya Rasulullah, sesungguhnya anakku ini, dulu di perutku ia hidup, dari payudaraku ia menetek, dan di punggungku ia kugendong. Kemudian bapaknya menceraikanku dan bermaksud merebutnya dariku.” 
Nabi Saw. berkata padanya: “Kamu lebih berhak atas anakmu itu selama kamu belum menikah”
(HR Abû Dâwud).   

‘Umar dan istri yang diceraikannya mengadu kepada Abû Bakar tentang anak mereka, ‘Âshim. Abû Bakar pun memutuskan bahwa ‘Âshim jatuh ke tangan ibunya. Kepada ‘Umar, Abû Bakar berkata: “Aroma mantan isterimu, penciumannya, dan kata-katanya lebih baik untuk anakmu daripada kamu.” Kekerabatan ibu lebih dekat dan lebih utama dari bapak dalam hal kepengasuhan anak.

Al-Qur`an mengabadikan beberapa nama ibu salehah sebagai pelajaran dan arahan bagi kaum Mukmin. Bagi pembinaan iman, kisah mereka memiliki pengaruh yang cukup signifikan.

Ada ibunda Nabi Mûsâ yang memenuhi petunjuk Allah lewat ilham untuk menghanyutkan anaknya, belahan jiwanya, ke sungai Nil. Ia yakin seutuhnya akan janji Tuhan yang akan mengembalikan anaknya.
Dan Kami ilhamkan kepada ibu Musa: “Susuilah dia, dan apabila kamu khawatir terhadapnya maka jatuhkanlah dia ke sungai (Nil). Dan janganlah kamu khawatir dan janganlah (pula) bersedih hati, karena sesungguhnya Kami akan mengembalikannya kepadamu, dan menjadikannya (salah seorang) dari para rasul” (QS al-Qashash/28: 7).

Ada ibunda Siti Maryam yang menazarkan janin di rahimnya untuk Allah. Dia berdoa setulus hati kepada Allah supaya Dia menerima nazanya:
“Terimalah (nazar) itu daripadaku. Sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui” (QS Âli ‘Imrân/3: 35).

Ketika bayi yang lahir ternyata perempuan—tidak seperti yang dia angankan—ibunda Maryam tetap menunaikan nazarnya seraya memohon kepada Allah untuk menjaga anaknya (Maryam) dari segala keburukan:

“Aku mohon perlindungan untuknya serta anak-anak keturunannya kepada (pemeliharaan) Engkau daripada setan yang terkutuk” (QS Âli ‘Imrân/3: 36).

Kemudian Maryam puteri ‘Imrân, ibunda ‘Îsâ al-Masîh. Al-Qur`an menjadikannya ikon kesucian, pengabdian kepada Allah dan keyakinan akan ayat-ayat-Nya:

Dan Maryam puteri ‘Imrân yang memelihara kehormatannya, maka Kami tiupkan ke dalam rahimnya sebagian dari roh (ciptaan) Kami; dan dia membenarkan kalimat-kalimat Tuhannya dan Kitab-kitab-Nya; dan adalah dia termasuk orang-orang yang taat (QS al-Tahrîm/66: 12).

Islam memuliakan ibu sepanjang hayatnya, bahkan setelah kematiannya. Adalah kewajiban para anak untuk memuliakan, berbuat baik, dan menjaga ibu mereka setiap saat, setiap waktu. Ibulah yang mengandung, melahirkan, mengasuh, mendidik, berjuang, berkorban, dan menanggung banyak beban demi kebahagiaan anak-anaknya. Ibu selalu menjaga nikmat yang dianugerahkan Allah, yakni nikmat umûmah (keibuan), membimbing dan meluruskan anak-anaknya agar mereka tumbuh menjadi generasi yang unggul berbekal iman, kasih-sayang, kebaikan, kemurahan hati, dan kesetiaan yang total terhadap kebenaran. Seorang ibu begitu berharga dan mulia, selamanya. Tidak ada pilihan selain memuliakan dan berbuat baik kepadanya, setiap saat—baik selagi ia masih hidup maupun setelah meninggal.


Seorang lelaki bertanya kepada Imam Ja'far Shadiq (AS)
"Apakah ada nikmat yang diperintahkan Allah dalam al-Quran untuk diperlihatkan kepada orang tua?" 
Imam menjawab, "Itu berarti bahwa engkau harus bersikap baik dan terpuji dalam pergaulan dengan mereka. Tidak memaksa mereka meminta pertolonganmu di saat perlu, bahkan justru engkau berusaha memenuhi keperluan mereka sebelum mereka memintamu."

Allah berfirman, "Engkau sekali pun tak akan sampai pada kebaktian (yang sempurna), sebelum engkau menafkahkan sebagian harta yang engkau cintai. Dan apa pun yang engkau nafkahkan, maka sungguh Allah mengetahuinya." (QS. 3:92)

"Jika orang tuamu menyebabkan perasaan tidak senang pada dirimu, maka janganlah engkau (membalas dengan) membuat mereka tak senang. Jika mereka memukulmu, engkau tak boleh (membalas dengan) menyakiti mereka. Bahkan engkau mesti mendoakan mereka, dan tidak melemparkan apapun selain pandangan cinta dan kasih sayang kepada mereka. Suaramu tidak boleh lebih keras dari mereka, dan engkau tidak boleh berjalan mendahului mereka!"

Imam Ahlubait yang ke-4 berpesan, "Adalah hak ibumu agar engkau mengingatnya bahwa ia telah mengandungmu dalam rahimnya selama berbulan-bulan. Memeliharamu dengan sari hidupnya. Mengerahkan semua yang ada padanya untuk memelihara dan melindungimu. Ia tidak mempedulikan rasa laparnya, sedangkan engkau diberinya makan sepuas-puasnya. Ia mengalami rasa haus sementara dahagamu dipuaskan. Ia mungkin tak berpakaian, tapi engkau diberinya baju yang baik-baik. Ia mungkin berdiri di panas terik matahari, sementara engkau berteduh. Ia meninggalkan tidurnya yang enak demi tidurmu yang pulas. Ia melindungimu dari panas dan dingin. Ia menanggung semua kesusahan itu demi engkau! Maka engkau layak untuk mengetahui bahwa engkau tak akan mampu bersyukur kepada ibumu secara pantas, kecuali Allah menolongmu dan memberikan keridhaan untuk membalas budinya."

Jenius besar Islam, almarhum Murtadha Anshari, meratap dengan pedih ketika ibunya meninggal. Sambil berlutut di sisi jenasah ibunya, ia menangis dan mencurahkan air mata. Untuk menghibur dan menyatakan simpatinya, salah seorang muridnya mengatakan, "Tidak pantas engkau yang berkedudukan alim bersikap resah dan mengucurkan air mata, hanya karena kematian seorang perempuan tua." Ulama besar itu mengangkat kepalanya dan menjawab, "Sepertinya engkau belum menyadari kedudukan mulia Ibu. Saya berhutang budi atas kedudukan saya kepada pendidikan yang diberikan Ibu pada saya, dan kerja kerasnya. Ibulah yang meletakkan dasar kemajuan saya, mengantarkan saya pada kedudukan sebagai ulama sekarang ini." 

Imam Ja'far Shadiq AS berkata, "Berlaku baik dan sopan kepada orang tua merupakan bukti ketakwaan seseorang. Karena tak ada amal yang disenangi Allah sebagaimana menghormati orang tua."

Imam Muhammad Baqir AS berkata, "Ada empat hal yang kepemilikannya akan memberikan pada pemiliknya rumah di sorga melalui keridhaan-Nya: 

  1. Mengasuh anak yatim dan memberikan tempat perlindungan kepada mereka,
  2. Berkasih sayang kepada yang tua renta dan tak berdaya,
  3. Berbaik hati dan berperilaku ramah kepada orang tua,
  4. Berhati lembut kepada bawahan dan pelayan."

Imam Shadiq AS berkata, "Orang yang ingin mengalami kemudahan saat sakaratul maut, hendaklah berbuat kebaikan kepada keluarganya dan memperlakukan ibunya dengan ramah. Sehingga sakaratul maut akan menjadi ringan baginya, dan dalam kehidupan ia tak akan menderita kenistaan." 

“Berbuat baik kepada kedua orang tua itu lebih utama daripada shalat, sedekah, puasa, haji, umrah, dan berjihad di jalan Allah.” (HR Thabrani).


Kata-kata berikut kiranya dapat menggambarkan sosok ibu:
Ibu: Perasaan yang lembut, batin yang halus, jiwa yang peka, air mata bahagia, keindahan, ketegaran, dan ketangguhan.
Ibu: Padanan kehidupan, tempat mengadu, tiang pancang tegaknya banyak urusan, penentu damainya rumah, dan kunci kesuksesan.
Ibu: Kebeningan hati, kesucian batin, kesetiaan, ketulusan, kasih-sayang, kebaikan, kesungguhan, pengorbanan, dan ketulusan.
Ibu: Makhluk paling tegar, jiwanya paling berharga, perasaannya paling halus, kakinya paling tangguh, pribadinya paling mandiri, tekadnya paling teguh, tangannya paling pemurah, dan dadanya paling lapang.
Ibu: Teman terbaik di kala susah, sahabat terdekat di saat senang.
Ibu: Sumber kasih-sayang, perhatian, dan kebaikan tanpa batas; penunjuk jalan iman dan ketenangan jiwa, sumber ketenangan dan rasa aman, cahaya kehidupan, dan cinta tak berbatas.
Kata-kata sepanjang apa pun dan lembaran-lembaran sebanyak apa pun, tidak akan cukup untuk menghitung keutamaan ibu serta semua haknya untuk mendapatkan penghormatan, pemuliaan, perlakuan baik dan pengabdian. Namun mungkin kita bisa menyimpulkan sosok ibu dalam kata-kata singkat ini:

“Ketulusan dan pengorbanan dalam keseluruhan bentuk dan maknanya.” Al-Qur`an memberikan perhatian khusus terhadap ibu dan menyuruh manusia untuk memerhatikannya. Perhatian khusus itu diberikan terutama karena ibu telah menanggung banyak beban demi kelangsungan dan kebahagiaan hidup anak-anaknya. Allah telah memerintahkan berbakti kepada ibu, melarang mendurhakainya, dan mengaitkan ridha-Nya dengan ridha ibu. Nabi Saw. pun mewanti-wantikan tentang hak ibu. Dibanding ayah, ibu lebih berhak untuk mendapatkan budi baik dari anak-anaknya. Dalam hal ini, keutamaan ibu atas ayah dikarenakan dua hal:  

Pertama, ibu menanggung beban mengandung anak, melahirkan, menyusui, mengurus, mengasuh, dan mendidiknya. QS Luqmân/31: 14 menegaskan hal ini.

Kedua, fithrah kasih sayang, kelembutan, cinta, dan perhatian ibu lebih besar dari ayah.

Di antara bukti betapa besarnya kasih sayang ibu adalah bahwa betapa pun durhakanya seorang anak kepada ibunya, ibu akan melupakan kedurhakaan anaknya itu ketika sang anak tertimpa musibah atau mendapat kesulitan hidup. Tidak ada seorang pun yang mampu menghitung atau menakar hak orang tua atas anak-anaknya. Di antara dua orang tua, ibulah yang lebih berhak atas segala pengabdian, budi baik, pemuliaan dan penghormatan anak.

Ada baiknya di sini ditampilkan kata-kata para tokoh dan sebagai seorang anak tentang sosok ibu :

“Keibuan adalah anugerah terbesar yang Tuhan peruntukkan bagi kaum perempuan” (Marry Hopkins).

“Tidak ada di dunia ini bantal yang lebih lembut dari pangkuan ibu” (Shakespear).

“Aku tidak akan menamaimu wanita. Aku akan menamaimu segalanya” (Mahmûd Darwîsy).

“Ibu adalah segalanya dalam hidup ini. Dia adalah pelipur lara dalam kesedihan, pembawa harapan dalam keputusasaan, dan kekuatan dalam kelemahan” (Kahlil Gibran).

“Tanpa ibu, umat tidak akan ada. Karena ibulah umat ada” (Khalil Mathran).

“Jika dunia ada di tangan yang satu dan ibu di tangan satunya lagi, pastilah aku pilih tangan di mana ibu berada” (Jean Jaques Rouseou).

“Ibulah yang menggoyang ayunan dengan tangan kanannya dan mengoyang (mengguncang) dunia dengan tangan kirinya” (Napoleon Bonaparte).

“Di dunia, hanya satu yang lebih baik dari istri; ibu” (Syafir).

“Tidak ada dalam hidup ini seorang perempuan yang menghibahkan seluruh hidup, kasih sayang dan cintanya tanpa meminta imbalan, selain ibu. Maka berilah ia, ya Tuhan, umur yang lebih panjang dari umur manusia” (Schuber).

“Satu-satunya tempat di mana aku dapat menyandarkan kepala padanya dan tidur di dalamnya dengan tenang dan nyaman, adalah pangkuan ibu” (Voltaire).

“Ketika aku menunduk mencium tanganmu, mencucurkan airmata di dadamu, dan menangkap tanda rela dari sorot matamu; hanya ketika itu aku merasakan kesempurnaan diri sebagai seorang laki-laki” (Islam Syamsuddîn).

“Tak ada sesuatu pun di dunia yang lebih manis dari hati ibu” (Martin Luther).

“Anda boleh melupakan segala hal tentangku, kecuali apa yang telah diajarkan ibu kepadaku” (Nixon).

“Ibu selalu mencintai dan hanya mengetahui cinta” (Cyrus).

“Seandainya seluruh semesta menjadi kecil, maka ibu akan tetap besar” (Victor Hugo).

“Segala yang dikerahkan oleh para bapak tidak akan sebanding dengan satu kasih sayang saja dari kasih sayang ibu yang tanpa batas” (Voltaire).

“Lantunan terlembut dan senandung terindah hanya dapat diberikan oleh hati ibu” (Bethoven).

“Saat paling bahagia bagi seorang wanita; saat dimana ia merasakan kesejatian dan keabadian dirinya sebagai wanita serta sebagai ibu, adalah saat ia melahirkan” (‘Abbâs Mahmûd al-‘Aqqâd).


Karena itu, ada beberapa kewajiban kita sebagai anak pada orang tua :

1. Taat dan berbakti pada orang tua. selama mereka tidak memerintah pada kemusyrikan, dan kita tetap menjaga tata krama dan kebaikan. (silakan lihat Q.S Luqman, 31:15)

2. Mendoakan kedua orang tua. Diantara doa kita pada orang tua adalah,
“Ya Tuhan kami, beri ampunlah aku dan kedua ibu bapaku dan sekalian orang-orang mukmin pada hari terjadinya hisab (hari kiamat).” (Q.S Ibrahim, 14:41)
“…”Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil.” (Q.S Al Israa’, 17:24) “…
”Semoga keselamatan dilimpahkan kepadamu, aku akan memintakan ampun bagimu kepada Tuhanku. Sesungguhnya Dia sangat baik kepadaku. (Q.S Maryam, 19:47)
“Ya Tuhanku! Ampunilah aku, ibu bapakku, orang yang masuk ke rumahku dengan beriman dan semua orang yang beriman laki-laki dan perempuan. Dan janganlah Engkau tambahkan bagi orang-orang yang zalim itu selain kebinasaan.” (Q.S Nuh, 71:28) 
3. Menjaga ucapan kita agar tetap sopan, nada bicara jangan terlalu tinggi, jangan membentak, juga jangan menolak ketika diperintah. Jika tidak bisa, katakan dengan baik alasannya, jangan menggerutu (silakan lihat Q.S Al Israa’, 17:23)
_oOo_

Ya Allah,
Rendahkanlah suaraku bagi mereka, Perindahlah ucapanku di depan mereka, Lunakkanlah watakku terhadap mereka, Dan lembutkanlah hatiku untuk mereka.

Ya Allah,
Berilah mereka balasan yang sebaik-baiknya, atas didikan mereka padaku. Dan pahala yang besar, atas kesayangan yang mereka limpahkan padaku. Peliharalah mereka, sebagaimana mereka memeliharaku.

Ya Allah,
Apa saja gangguan yang telah mereka rasakan, atau kesusahan yang mereka derita karena aku, atau hilangnya sesuatu hak mereka karena perbuatanku. jadikanlah itu semua penyebab terhapusnya dosa-dosa mereka, meningginya kedudukan mereka, dan bertambahnya pahala kebaikan mereka dengan perkenan-Mu, ya Allah. Sebab hanya Engkaulah yang berhak membalas kebaikan dengan kebaikan berlipat ganda.

Ya Allah,
Bila magfirah-Mu telah mencapai mereka sebelumku, izinkanlah mereka memberi syafa'at untukku. Tetapi jika magfirah-Mu lebih dahulu mencapai diriku, maka izinkahlah aku memberi syafa'at untuk mereka. Sehingga kami semua berkumpul bersama dengan santunan-Mu Di tempat kediaman yang dinaungi kemulian-Mu, ampunan-Mu serta rahmat-Mu.

Sesungguhnya Engkaulah yang memiliki Karunia Maha Agung, Serta anugerah yang tak berakhir Dan Engkaulah yang Maha Pengasih Diantara semua pengasih.


Robbirhamhumaa kamaa robbayaanii shoghiiroo
“Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil.” [Al Israa’:24]

Robbanaghfir lii wa lii waalidayya wa lilmu’miniina yawma yaquumul hisaab
“Ya Tuhan kami, beri ampunlah aku dan kedua ibu bapaku dan sekalian orang-orang mukmin pada hari terjadinya hisab (hari kiamat).” [Ibrahim:41]

Robbighfir lii wa li waalidayya wa li man dakhola baytiya mu’minan wa lilmu’miniina wal mu’minaati wa laa tazidizh zhoolimiina illa tabaaro
“Ya Tuhanku! Ampunilah aku, ibu bapakku, orang yang masuk ke rumahku dengan beriman dan semua orang yang beriman laki-laki dan perempuan. Dan janganlah Engkau tambahkan bagi orang-orang yang zalim itu selain kebinasaan.” [Nuh:28]

Robbighfir lii wa li waalidayya warhamhumaa kamaa robbayaanii shoghiiroo
“Ya Tuhanku! Ampunilah aku, ibu bapakku dan kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil.”

Sumber:

http://adnan-kisahkasihibu.blogspot.com/2012/07/kemuliaan-dan-kedudukan-ibu-dalam-islam.html
http://hardiyansyah-ahmad.blogspot.com/2009/05/kedudukan-ibu-dalam-islam.html
http://beautifulpearl.blogspot.com/2005/03/doa-untuk-ayah-ibu-ku.html
http://media-islam.or.id/2008/03/06/doa-untuk-ibu-bapak-orang-tua