(Cuplikan Bab Pendahuluan Buku: Mengapa Harus Berserah)
Sikap mengatur dan menginginkan sesuatu yang telah ditentukan oleh Allah swt. merupakan hijab yang paling kuat menutupi hati dari Sang Pencipta. Karenanya, jiwa ini baru menjadi baik ketika keluar dari pilihan diri sendiri menuju pilihan Tuhan.
Mengatur yang tercela adalah yang mencari dunia untuk dirinya sendiri, bukan untuk Tuhannya, untuk dunianya, bukan untuk akhiratnya, sedangkan mengatur yang terpuji yakni yang mendekatkan hamba kepada Allah swt., sekaligus mengantarkannya menuju ridha-Nya.
Segala puji bagi Allah, satu-satunya pemilik kebenaran, zat yang berhak mengatur, satu-satunya pembuat hukum dan ketentuan. Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan-Nya. Dia Maha Mendengar, Maha Melihat.
Dia adalah Raja Diraja. Tidak ada sesuatupun, besar maupun kecil, yang berada di luar kekuasaannya. Tak ada yang menyerupai dalam kesempurnaan sifat-Nya. Kesempurnaan sifat-Nya tak terbayangkan.
Dia Maha Mengetahui, Tak ada sesuatupun dalam diri ini yang luput dari pengetahuan- Nya.
Dia Maha Berilmu. Ilmu-Nya meliputi awal dan akhir segala urusan.
Dia Maha Mendengar. Tak ada yang luput dari pendengaran-Nya, baik yang nyaring maupun yang samar.
Dia Maha Memberi Rejeki, yang terus menerus melimpahi makhluk-Nya dengan makanan.
Dia Maha Tegak, yang mencukupi seluruh makhluk dalam seluruh keadaan mereka.
Dia Maha Pemberi, yang menganugerahi setiap jiwa eksistensi kehidupannya.
Dia Maha Kuasa. Kepada-Nya seluruh manusia kembali setelah kematian mereka.
Dia Maha Menghitung. Dia akan memberikan balasan kepada manusia yang datang membawa amal kebaikan dan keburukannya. Maha Suci Tuhan yang telah memberi kebaikan kepada hamba-hambanya sebelum mereka mewujud. Dia mencukupi rezeki mereka, baik ketika mereka mengakui maupun ketika membangkang. Dia menggenapi seluruh wujud dengan karunia-Nya. Keberadaan-Nya menjaga keberadaan semesta melalui bentangan keabadian-Nya, yang tampak lewat hikmah-Nya di bumi dan lewat kekuasaan-Nya di langit.
Saudaraku, ketahuilah…
Allah telah memasukkanmu ke dalam golongan orang yang mencintai-Nya, menganugerahimu kedekatan kepada-Nya, memberimu minuman para kekasih-Nya, menyelamatkanmu lewat hubungan yang tak terputus dari-Nya, mengaitkanmu dengan para hamba yang terhubung dengan-Nya.
Dengan cahaya-Nya manifestasi-Nya Dia pecahkan kekerasan hati mereka, setelah mereka mengetahui bahwa Dia tak terjangkau mata dan tak terjamah akal. Dia bukakan taman kedekatan ke hati mereka. Dia perlihatkan kepada mereka pengaturan-Nya yang telah berlaku atas mereka sehingga merekapun menyerahkan kendali kepada-Nya. Dia singkapkan kepada mereka kelembutan karunia penciptaan-Nya sehingga mereka tidak menentang dan membangkang.
Mereka pasrah dan bersandar kepada-Nya dalam selaksa perkara karena tahu bahwa seorang hamba tidak bisa mencapai ridha-Nya kecuali dengan sikap ridha dan tidak akan mencapai penghambaan sejati kecuali dengan pasrah pada ketentuan-Nya. Mereka tidak disibukkanoleh segala sesuatu selain Dia; merekapun tak tersentuh kotoran.
Mereka tunduk pada keagungan-Nya dalam setiap ketentuan yang berlaku ; mereka senantiasa pasrah pada segala hukum-Nya.
Siapapun yang ingin sampai kepada Allah swt. tentu saja harus datang melalui pintu-Nya dan mencapai-Nya lewat keberadaan sebab-sebab-Nya.
Setelah itu jangan pernah berupaya untuk ikut mengatur atau ikut campur dalam pengaturan dan ketentuan-Nya.
Tentang Ibn ‘Atha’illah as-Sakandari
Syeikh Ibn ‘Atha’illah as-Sakandari (w. 1309 M) hidup di Mesir di masa kekuasaan Dinasti Mameluk. Ia lahir di kota Alexandria (Iskandariyah), lalu pindah ke Kairo. Di kota inilah ia menghabiskan hidupnya dengan mengajar fikih mazhab Maliki di berbagai lembaga intelektual, antara lain Masjid Al-Azhar. Di waktu yang sama dia juga dikenal luas sebagai seorang “master” (syeikh) besar ketiga di lingkungan tarekat sufi Syadziliyah ini.
Keteranan Rinci:
Judul Buku: Mengapa Harus Berserah
Penulis : Ibn ‘Atha’illah Al-Sakandari
Penerbit: Serambi
Tahun: -
Jml Halaman: -
Sikap mengatur dan menginginkan sesuatu yang telah ditentukan oleh Allah swt. merupakan hijab yang paling kuat menutupi hati dari Sang Pencipta. Karenanya, jiwa ini baru menjadi baik ketika keluar dari pilihan diri sendiri menuju pilihan Tuhan.
Mengatur yang tercela adalah yang mencari dunia untuk dirinya sendiri, bukan untuk Tuhannya, untuk dunianya, bukan untuk akhiratnya, sedangkan mengatur yang terpuji yakni yang mendekatkan hamba kepada Allah swt., sekaligus mengantarkannya menuju ridha-Nya.
Segala puji bagi Allah, satu-satunya pemilik kebenaran, zat yang berhak mengatur, satu-satunya pembuat hukum dan ketentuan. Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan-Nya. Dia Maha Mendengar, Maha Melihat.
Dia adalah Raja Diraja. Tidak ada sesuatupun, besar maupun kecil, yang berada di luar kekuasaannya. Tak ada yang menyerupai dalam kesempurnaan sifat-Nya. Kesempurnaan sifat-Nya tak terbayangkan.
Dia Maha Mengetahui, Tak ada sesuatupun dalam diri ini yang luput dari pengetahuan- Nya.
Dia Maha Berilmu. Ilmu-Nya meliputi awal dan akhir segala urusan.
Dia Maha Mendengar. Tak ada yang luput dari pendengaran-Nya, baik yang nyaring maupun yang samar.
Dia Maha Memberi Rejeki, yang terus menerus melimpahi makhluk-Nya dengan makanan.
Dia Maha Tegak, yang mencukupi seluruh makhluk dalam seluruh keadaan mereka.
Dia Maha Pemberi, yang menganugerahi setiap jiwa eksistensi kehidupannya.
Dia Maha Kuasa. Kepada-Nya seluruh manusia kembali setelah kematian mereka.
Dia Maha Menghitung. Dia akan memberikan balasan kepada manusia yang datang membawa amal kebaikan dan keburukannya. Maha Suci Tuhan yang telah memberi kebaikan kepada hamba-hambanya sebelum mereka mewujud. Dia mencukupi rezeki mereka, baik ketika mereka mengakui maupun ketika membangkang. Dia menggenapi seluruh wujud dengan karunia-Nya. Keberadaan-Nya menjaga keberadaan semesta melalui bentangan keabadian-Nya, yang tampak lewat hikmah-Nya di bumi dan lewat kekuasaan-Nya di langit.
Saudaraku, ketahuilah…
Allah telah memasukkanmu ke dalam golongan orang yang mencintai-Nya, menganugerahimu kedekatan kepada-Nya, memberimu minuman para kekasih-Nya, menyelamatkanmu lewat hubungan yang tak terputus dari-Nya, mengaitkanmu dengan para hamba yang terhubung dengan-Nya.
Dengan cahaya-Nya manifestasi-Nya Dia pecahkan kekerasan hati mereka, setelah mereka mengetahui bahwa Dia tak terjangkau mata dan tak terjamah akal. Dia bukakan taman kedekatan ke hati mereka. Dia perlihatkan kepada mereka pengaturan-Nya yang telah berlaku atas mereka sehingga merekapun menyerahkan kendali kepada-Nya. Dia singkapkan kepada mereka kelembutan karunia penciptaan-Nya sehingga mereka tidak menentang dan membangkang.
Mereka pasrah dan bersandar kepada-Nya dalam selaksa perkara karena tahu bahwa seorang hamba tidak bisa mencapai ridha-Nya kecuali dengan sikap ridha dan tidak akan mencapai penghambaan sejati kecuali dengan pasrah pada ketentuan-Nya. Mereka tidak disibukkanoleh segala sesuatu selain Dia; merekapun tak tersentuh kotoran.
Mereka tunduk pada keagungan-Nya dalam setiap ketentuan yang berlaku ; mereka senantiasa pasrah pada segala hukum-Nya.
Siapapun yang ingin sampai kepada Allah swt. tentu saja harus datang melalui pintu-Nya dan mencapai-Nya lewat keberadaan sebab-sebab-Nya.
Setelah itu jangan pernah berupaya untuk ikut mengatur atau ikut campur dalam pengaturan dan ketentuan-Nya.
Tentang Ibn ‘Atha’illah as-Sakandari
Syeikh Ibn ‘Atha’illah as-Sakandari (w. 1309 M) hidup di Mesir di masa kekuasaan Dinasti Mameluk. Ia lahir di kota Alexandria (Iskandariyah), lalu pindah ke Kairo. Di kota inilah ia menghabiskan hidupnya dengan mengajar fikih mazhab Maliki di berbagai lembaga intelektual, antara lain Masjid Al-Azhar. Di waktu yang sama dia juga dikenal luas sebagai seorang “master” (syeikh) besar ketiga di lingkungan tarekat sufi Syadziliyah ini.
Keteranan Rinci:
Judul Buku: Mengapa Harus Berserah
Penulis : Ibn ‘Atha’illah Al-Sakandari
Penerbit: Serambi
Tahun: -
Jml Halaman: -
Mengapa Harus Berserah – Panduan Menyenangi Setiap Kenyataan
.. jejakilah halaman demi halaman buku ini, insya Allah, Anda akan mendapatkan mutiara zuhud, tawakal dan ikhlas …Ibn Athaillah bermaksud menepis pandangan yang mengesankan kepasrahan sebagai kemalasan. Pasrah kepada pengaturan Allah atau berserah diri kepada kehendak-Nya tidaklah sama dengan berhenti bekerja, berhenti mengais rezeki, ataupun berhenti berdoa lantaran menyerahkan semuanya kepada Allah. Bahkan, adab berharta, mencari rezeki, berusaha dan berdoa merupakan tema penting dalam buku ini.
Buku ini menawarkan cara tepat untuk memandang hidup. Karenanya, buku ini bak kacamata, yang dengannya matahati kita yang rabun bisa melihat lebih sempurna.
Mengapa Harus Berserah Ibn Athaillah al-SakandariDengan penglihatan yang sempurna, tentulah hidup ini menjadi semakin jelas. Dan dengan jelasnya hidup, tentunya perjalanan kita menempuhnya menjadi lebih lurus dan lancar tidak nabrak-nabrak dan tidak nyasar-nyasar.
Dengan gaya tutur yang menawan, Ibn Athaillah menuntaskan persoalan takdir dan ikhtiar. Menurutnya, setiap manusia wajib berikhtiar, tetapi tugas pertama setiap orang beriman adalah menyandarkan keseluruhan diri dan upayanya kepada Tuhan Sang Pengatur semesta. Tugas utama manusia adalah iman, percaya kepada kekuasaan Allah. Setelah itu, lepaskan semua ketergantungan kepada selain Dia. Sungguh, hanya Dia yang pantas menjadi tumpuan harapan, karena selain Dia tak bisa memberi jaminan keselamatan Itulah rahasia iman. Itulah makna tawakal. Itulah arti zuhud yang sesungguhnya.
Ajaran berserah pada pengaturan Allah sebetulnya juga melatih kecerdasan emosional-spiritual. Dengan bersandar kepada Allah dan percaya bahwa Dia selalu memberikan yang terbaik, kita melipatgandakan rasa optimis kita terlepas dari betapa buruk hal-hal yang menimpa kita di mata orang. Dengan tak pernah lalai bahwa Allah Maha Menolong dan Mahakuasa, dengan tak pernah kehilangan rasa butuh kepada-Nya, kita menjadi terbebas dari penjara keterbatasan dan merasa lapang sekalipun dikepung oleh berbagai ketidakmungkinan serasa menjadi pemenang-dalam-hidup selamanya.
Sumber: http://bukutasawuf.wordpress.com/
No comments:
Post a Comment